Selasa, 07 Juni 2016

MAKALAH PSAP 8



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Standar Akuntansi Pemerintahan ( SAP ) pertama kali yang diterbitkan oleh Komite Standar Akuntansi Pemerintahan ( KSAP ) adalah Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 pada tanggal 13 juni 2005. Inilah untuk pertama kali indonesia memiliki standar akuntansi pemerintahan sejak indonesia merdeka. Terbitnya SAP ini juga mengukuhkan peran penting akuntansi dalam pelaporan keuangan pemerintahan. SAP ini lama ditunggu kehadirannya setalah ada penegasaan yang disebutkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 105 Tahun 2000 pada pasal 35 bahwa penatausahaan dan petanggungjawaban keuangan daerah berpedoman pada standar akuntansi keuangan pemerintahan daerah yang berlaku.
Sejak saat itu banyak UU yang dimana menyebutkan bahwa peraturan – peraturan daerah yang berlaku sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan. Diantaranya UU No 17 Tahun 2003 yang juga menyebutkan dengan jelas bahwa bentuk dan isi laporan pertangungjawaban keuangan pemerintahan pusat dan pemerintah daerah disajikan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan. UU No 1 Tahun 2004 juga menyebutkan arti penting standar akuntansi pemerintahan bahkan memuat Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP) sebagai penyusun SAP yang keanggotanya ditetapka dan diputuskan presiden. UU otonomi daerah juga menegaskan demikian, UU Nomor 32 Tahun 2004. 
Saat ini, SAP menurut PP Nomor 24 Tahun 2005 tidak berlaku lagi dan diganti dengan SAP menurut PP Nomor 71 Tahun 2010 yang merupaka SAP berbasis Akrual yang ditetapkan pada tanggal 22 oktober 2010 dan dapat mulai ditetapkan sejak eraturan pemerintaha terseebut ditetapkan. SAP Berbasi Akrual merupakanamanat dari pasal 36 ayat 1 UU Nomor 17 Tahun 2010 dan Pasal 70 ayat 2 UU Nomor 1 Tahun 2004, sehingga PP Nomor 24 Tahun 2005 memang harus diganti.

1.2  Rumusan Masalah
Dari beberapa PSAP yang tercantum dalam SAP No 71 Tahun 2010, penulis merumusakan masalah yang dijabarkan dalam makalah ini adalah penjelasan mengenai PSAP 08 tentang Akuntansi Dalam Pengerjaan. Dimana pembahasan akan menyajikan informasi mengenai:
  1. Apa definisi dari Konstruksi dalam Pengerjaan?
  2. Bagaimana Cakupan Konstruksi dalam Pengerjaan?
  3. Apa Penyatuan dan segmentasi kontrak konstruksi?
  4. Apa Pengakuan konstruksi dalam pengerjaan?
  5. Bagaimana Pengukuran biaya konstruksi dan Kapitalisasi yang dilakukan?
  6. Bagaimana Penyajian dan Pengungkapan Konstruksi dalam Pengerjaan ?
  7. Bagaimana Penyelesaian dan Penghentian Konstruksi dalam Pengerjaan
1.3  Tujuan
Dari rumusan masalah yang sudah dirumuskan diatas, maka tujuan dari makalah Konstruksi dalam Pengerjaan yaitu :
  1. Untuk mengetahui definisi dari Konstruksi Dalam Pengerjaan
  2. Untuk mengetahui bagaimana cakupan Konstruksi Dalam Pengerjaan
  3. Untuk mengetahui Penyatuan dan Segmentasi Kontrak Konstruksi
  4. Untuk mengetahui Pengakuan Konstruksi dalam Pengerjaan
  5. Untuk mengetahui Pengukuran Biaya Konstruksi dan Kapitalisasi yang dilakukan
  6. Untuk mengetahui bagaimana Penyajian dan Pengungkapan Konstruksi dalam Pengerjaan?
  7. Untuk mengetahui bagaimana Penyelesaian dan Penghentian Konstruksi dalam Pengerjaan?


BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Definisi
Berikut adalah istilah-istilah yang digunakan dalam pernyataan standar dengan pengertian:
Konstruksi dalam pengerjaan adalah aset-aset yang sedang dalam proses pembangunan.
Kontrak konstruksi adalah perikatan yang dilakukan secara khusus untuk konstruksi suatu aset atau suatu kombinasi yang berhubungan erat satu sama lain atau saling tergantung dalam hal rancangan, teknologi, dan fungsi atau tujuan atau penggunaan utama.
Kontraktor adalah suatu entitas yang mengadakan kontrak untuk membangun aset atau memberikan jasa konstruksi untuk kepentingan entitas lain sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan dalam kontrak konstruksi.
Uang muka kerja adalah jumlah yang diterima oleh kontraktor sebelum pekerjaan dilakukan dalam rangka kontrak konstruksi.
Klaim adalah jumlah yang diminta kontraktor kepada pemberi kerja sebagai penggantian biaya-biaya yang tidak termasuk dalam nilai kontrak.
Pemberi kerja adalah entitas yang mengadakan kontrak konstruksi dengan pihak ketiga untuk membangun atau memberikan jasa konstruksi.
Retensi adalah jumlah termin (progress billing) yang belum dibayar hingga pemenuhan kondisi yang ditentukan dalam kontrak untuk pembayaran jumlah tersebut.
Termin (progress billing) adalah jumlah yang ditagih untuk pekerjaan yang dilakukan dalam suatu kontrak baik yang telah dibayar ataupun yang belum dibayar oleh pemberi kerja.

2.2  Cakupan Konstruksi Dalam Pengerjaaan
Konstruksi Dalam Pengerjaan mencakup tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya yang proses perolehannya dan/atau pembangunannya membutuhkan suatu periode waktu tertentu dan belum selesai. Perolehan melalui kontrak konstruksi pada umumnya memerlukan suatu periode waktu tertentu. Periode waktu perolehan tersebut bisa kurang atau lebih dari satu periode akuntansi. Selain itu juga Konstruksi dalam Pengerjaan dapat mencakup :
  1. kontrak untuk perolehan jasa yang berhubungan langsung dengan perencanaan konstruksi aset, seperti jasa arsitektur;
  2. kontrak untuk perolehan atau konstruksi aset;
  3. kontrak untuk perolehan jasa yang berhubungan langsung dengan pengawasan konstruksi aset yang meliputi manajemen konstruksi dan value engineering;
  4. kontrak untuk membongkar atau merestorasi aset dan restorasi lingkungan
          Perolehan aset dapat dilakukan dengan membangun sendiri (swakelola) atau melalui pihak ketiga dengan kontrak konstruksi.
2.3 Penyatuan dan Segmentasi Kontrak Konstruksi
Kontrak konstruksi dapat berkaitan dengan perolehan sejumlah aset yang berhubungan erat atau saling tergantung satu sama lain dalam hal rancangan, teknologi, fungsi atau tujuan, dan penggunaan utama. Kontrak seperti ini misalnya konstruksi jaringan irigasi.
Kontrak konstruksi dapat meliputi:
(a) kontrak untuk perolehan jasa yang berhubungan langsung dengan perencanaan konstruksi aset, seperti jasa arsitektur;
(b) kontrak untuk perolehan atau konstruksi aset;
(c) kontrak untuk perolehan jasa yang berhubungan langsung pengawasan konstruks aset yang meliputi manajemen konstruksi dan value engineering;
(d) kontrak untuk membongkar atau merestorasi aset dan restorasi.
 Ketentuan-ketentuan dalam standar ini diterapkan secara terpisah untuk setiap kontrak konstruksi. Namun, dalam keadaan tertentu, adalah perlu untuk menerapkan pernyataan ini pada suatu komponen kontrak konstruksi tunggal yang dapat diidentifikasi secara terpisah atau suatu kelompok kontrak konstruksi secara bersama agar mencerminkan hakikat suatu kontrak konstruksi atau kelompok kontrak konstruksi.
Jika suatu kontrak konstruksi mencakup sejumlah aset, konstruksi dari setiap aset diperlakukan sebagai suatu kontrak konstruksi yang terpisah apabila semua syarat di bawah ini terpenuhi:
(a) Proposal terpisah telah diajukan untuk setiap aset;
(b) Setiap aset telah dinegosiasikan secara terpisah dan kontraktor serta pemberi kerja dapat menerima atau menolak bagian kontrak yang berhubungan dengan masing-masing aset tersebut;
(c) Biaya masing-masing aset dapat diidentifikasikan.
Suatu kontrak dapat berisi klausul yang memungkinkan konstruksi aset tambahan atas permintaan pemberi kerja atau dapat diubah sehingga konstruksi aset tambahan dapat dimasukkan ke dalam kontrak tersebut. Konstruksi tambahan diperlakukan sebagai suatu kontrak konstruksi terpisah jika:
(a) aset tambahan tersebut berbeda secara signifikan dalam rancangan, teknologi, atau fungsi dengan aset yang tercakup dalam kontrak semula; atau
(b) harga aset tambahan tersebut ditetapkan tanpa memperhatikan harga kontrak semula.

2.4  Pengakuan Konstrusksi Dalam pengerjaan
Suatu benda berwujud harus diakui sebagai Konstruksi Dalam Pengerjaan jika:
(a) besar kemungkinan bahwa manfaat ekonomi masa yang akan datang berkaitan dengan aset tersebut akan diperoleh;
(b) biaya perolehan tersebut dapat diukur secara andal; dan
(c) aset tersebut masih dalam proses pengerjaan.
Konstruksi Dalam Pengerjaan biasanya merupakan aset yang dimaksudkan digunakan untuk operasional pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat dalam jangka panjang dan oleh karenanya diklasifikasikan dalam aset tetap.
Konstruksi Dalam Pengerjaan dipindahkan ke pos aset tetap yang bersangkutan jika kriteria berikut ini terpenuhi:
(a) Konstruksi secara substansi telah selesai dikerjakan; dan
(b) Dapat memberikan manfaat/jasa sesuai dengan tujuan perolehan;
Suatu Konstruksi Dalam Pengerjaan dipindahkan ke aset tetap yang bersangkutan setelah pekerjaan konstruksi tersebut dinyatakan selesai dan siap digunakan sesuai dengan tujuan perolehannya.
2.5  Pengukuran Biaya Konstruksi dan Kapitalisasi yang dilakukan
Konstruksi Dalam Pengerjaan dicatat dengan biaya perolehan. Nilai konstruksi yang dikerjakan secara swakelola antara lain:
(a) biaya yang berhubungan langsung dengan kegiatan konstruksi;
(b) biaya yang dapat diatribusikan pada kegiatan pada umumnya dan dapat dialokasikan ke konstruksi tersebut; dan
(c) biaya lain yang secara khusus dibayarkan sehubungan konstruksi yang bersangkutan.
Biaya-biaya yang berhubungan langsung dengan suatu kegiatan konstruksi antara lain meliputi:
(a) Biaya pekerja lapangan termasuk penyelia;
(b) Biaya bahan yang digunakan dalam konstruksi;
(c) Biaya pemindahan sarana, peralatan, dan bahan-bahan dari dan ke lokasi pelaksanaan konstruksi;
(d) Biaya penyewaan sarana dan peralatan;
(e) Biaya rancangan dan bantuan teknis yang secara langsung berhubungan dengan konstruksi.
Biaya-biaya yang dapat diatribusikan ke kegiatan konstruksi pada umumnya dan dapat dialokasikan ke konstruksi tertentu meliputi:
(a) Asuransi;
(b) Biaya rancangan dan bantuan teknis yang tidak secara langsung berhubungan dengan konstruksi tertentu;
(c) Biaya-biaya lain yang dapat diidentifikasikan untuk kegiatan konstruksi yang bersangkutan seperti biaya inspeksi.
Biaya semacam itu dialokasikan dengan menggunakan metode yang sistematis dan rasional dan diterapkan secara konsisten pada semua biaya yang mempunyai karakteristik yang sama. Metode alokasi biaya yang dianjurkan adalah metode rata-rata tertimbang atas dasar proporsi biaya langsung

Nilai konstruksi yang dikerjakan oleh kontraktor melalui kontrak konstruksi meliputi:
(a) Termin yang telah dibayarkan kepada kontraktor sehubungan dengan tingkat penyelesaian pekerjaan;
(b) Kewajiban yang masih harus dibayar kepada kontraktor berhubung dengan pekerjaan yang telah diterima tetapi belum dibayar pada tanggal pelaporan;
(c) Pembayaran klaim kepada kontraktor atau pihak ketiga sehubungan dengan pelaksanaan kontrak konstruksi.
Kontraktor meliputi kontraktor utama dan subkontraktor.Pembayaran atas kontrak konstruksi pada umumnya dilakukansecara bertahap (termin) berdasarkan tingkat penyelesaian yang ditetapkandalam kontrak konstruksi. Setiap pembayaran yang dilakukan dicatat sebagaipenambah nilai Konstruksi Dalam Pengerjaan.Klaim dapat timbul, umpamanya, dari keterlambatan yang disebabkan oleh pemberi kerja, kesalahan dalam spesifikasi atau rancangan danperselisihan penyimpangan dalam pengerjaan kontrak. Jika konstruksi dibiayai dari pinjaman maka biaya pinjaman yang timbul selama masa konstruksi dikapitalisasi dan menambah biaya konstruksi, sepanjang biaya tersebut dapat diidentifikasikan dan ditetapkan secara andal. Biaya pinjaman mencakup biaya bunga dan biaya lainnya yang timbul sehubungan dengan pinjaman yang digunakan untuk membiayai konstruksi.
Jumlah biaya pinjaman yang dikapitalisasi tidak boleh melebihi jumlah biaya bunga yang dibayarkan pada periode yang bersangkutan.
Apabila pinjaman digunakan untuk membiayai beberapa jenis aset yang diperoleh dalam suatu periode tertentu, biaya pinjaman periode yang bersangkutan dialokasikan ke masing-masing konstruksi dengan metode rata-rata tertimbang atas total pengeluaran biaya konstruksi.
Apabila kegiatan pembangunan konstruksi dihentikan sementara tidak disebabkan oleh hal-hal yang bersifat force majeur maka biaya pinjaman yang dibayarkan selama masa pemberhentian sementara pembangunan konstruksi dikapitalisasi.
Pemberhentian sementara`pekerjaan kontrak konstruksi dapat terjadi karena beberapa hal seperti kondisi force majeur atau adanya campur tangan dari pemberi kerja atau pihak yang berwenang karena berbagai hal. Jika pemberhentian tersebut dikarenakan adanya campur tangan dari pemberi kerja atau pihak yang berwenang, biaya pinjaman selama pemberhentian sementara dikapitalisasi. Sebaliknya jika pemberhentian sementara karena kondisi force majeur, biaya pinjaman tidak dikapitalisasi tetapi dicatat sebagai biaya bunga pada periode yang bersangkutan.
Kontrak konstruksi yang mencakup beberapa jenis pekerjaan yang penyelesaiannya jatuh pada waktu yang berbeda-beda, maka jenis pekerjaan yang sudah selesai tidak diperhitungkan biaya pinjaman. Biaya pinjaman hanya dikapitalisasi untuk jenis pekerjaan yang masih dalam proses pengerjaan.
Suatu kontrak konstruksi dapat mencakup beberapa jenis aset yang masing-masing dapat diidentifikasi sebagaimana dimaksud dalam paragraf. Jika jenis-jenis pekerjaan tersebut diselesaikan pada titik waktu yang berlainan maka biaya pinjaman yang dikapitalisasi hanya biaya pinjaman untuk bagian kontrak konstruksi atau jenis pekerjaan yang belum selesai. Bagian pekerjaan yang telah diselesaikan tidak diperhitungkan lagi biaya pinjaman.
2.6  Penyajian dan Pengungkapan Konstruksi dalam Pengerjaan
Konstruksi Dalam Pengerjaan disajikan sebesar biaya perolehan atau nilai wajar pada saat perolehan. Suatu entitas harus mengungkapkan informasi mengenai Konstruksi Dalam Pengerjaan pada akhir periode akuntansi:
(a) Rincian kontrak konstruksi dalam pengerjaan berikut tingkat penyelesaian dan jangka waktu penyelesaiannya;
(b) Nilai kontrak konstruksi dan sumber pembiayaanya;
(c) Jumlah biaya yang telah dikeluarkan
(d) Uang muka kerja yang diberikan;
(e) Retensi
Kontrak konstruksi pada umumnya memuat ketentuan tentang 4 retensi. Misalnya, termin yang masih ditahan oleh pemberi kerja selama masa pemeliharaan. Jumlah retensi diungkapkan dalam Catatan atas LaporanKeuangan.
Aset dapat dibiayai dari sumber dana tertentu. Pencantuman sumber dana dimaksudkan memberi gambaran sumber dana dan penyerapannya sampai tanggal tertentu.
2.7 Penyelesaian dan Pengehentian Konstruksi dalam Pengerjaan
Penyelesaian Kontruksi dalam Pengerjaan terdiri dari :
Ø  KDP akan dipindahkan ke pos aset tetap yang bersangkutan jika konstruksi secara substansi telah selesai dikerjakan dan konstruksi tersebut telah dapat memberikan manfaat/jasa sesuai tujuan perolehan
Ø  Dokumen sumber untuk pengakuan penyelesaian suatu KDP adalah Berita Acara Penyelesaian Pekerjaan (BAPP).
Sedangkan Penghentian Konstruksi dalam Pengerjaan terdiri dari :
Ø  Apabila dihentikan pembangunannya untuk sementara waktu, maka KDP tersebut tetap dicantumkan ke dalam neraca dan kejadian ini diungkapkan secara memadai dalam CaLK.
Ø  KDP diniatkan untuk dihentikan pembangunannya secara permanen maka KDP tersebut harus dieliminasi dari neraca dan kejadian ini diungkapkan secara memadai dalam CaLK.

BAB III
PENUTUP
Simpulan
Dari hasil pembahasan yang tersaji pada bab 2 telah menjabarkan bagaimna akuntans konstruksi dalam pngerjaan. Sebagaimna yang dijabarkan dalam SAP No 71 Tahun 2010.
Konstruksi dalam pengerjaan (KDP)  adalah asset-aset yang sedang dalam proses pembangunan pembangunan asset tersebut dapat dikerjakan sendiri  (swakelola) maupun dengan menggunakan jasa pihak ketiga melalui kontrak konstruksi. Kontrak konstruksi adalah perikatan yang dilakukan secara khusus untuk konnstruksi suatu asset atau suatu kombinasi asset yang berhubungan erat atau saling tergantung satu sama lain dalam hal rancangan, teknologi ,  fungsi atau tujuan dan penggunaan utama. Suatu konstruksi dalam pengerjaan dipindahkan ke asset tetap yang bersangkutan setelah pekerjaan konstruksi tersebut dinyatakan selesai dan siap digunakan sesuai dengan tujuan perolehannya. Metode alokasi biaya yang dianjurkan adalah metode rata-rata tertimbang atas dasar proporsi biaya langsung.
Saran
Dari makalah ini masih terdapat bebarapa hal yang menurut penulis cukup untuk dijadikan saran. Dimana dalam makalah ini belum tertera contoh yang real mengenai kondisi dilapangan. Serta bentuk pencatatan yang dapat dijadikan pedoman. Diharapkan untuk makalah selanjutnya penulis dapat menambah hal tersebut dengan kondisi real terbaru yang digunakan oleh istansi – istansi pemerintah.
Dari makalah ini masih terdapat bebarapa hal yang menurut penulis cukup untuk dijadikan saran. Dimana dalam makalah ini belum tertera contoh yang real mengenai kondisi dilapangan. Serta bentuk pencatatan yang dapat dijadikan pedoman. Diharapkan untuk makaah selanjutnya penulis dapat menambah hal tersebut dengan kondisi real terbaru yang digunakan oleh istansi – istansi pemerintah.
Daftar Pustaka


Tidak ada komentar:

Posting Komentar