KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang
Maha Esa karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “JOINT VENTURE”.
Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,
baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca
sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah ini ataupun selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian.
Cirebon ,
Januari 2016
Penyusun
JOINT
VENTURE
(Usaha
Gabungan)
ABSTRACT
Through the Joint Venture is expected to
encourage the participation of public and business community to improve the
transfer of technology , managerial skills , and capital in the world
pardagangan increasingly able to increase the growth and expansion of economic
activity in various areas. The parties are participants in cooperation
patunngan Indonesia (Indonesian participant) and foreign participants (Foreign
Participant) .
The purpose of writing this research is to
find out what the Joint Venture . In addition to knowing this, this paper
contains about how the distribution of profit in Joint Venture Agreement as
well as the development of the company after the Joint Venture . In this paper
the authors also cite the example of companies that do a Joint Venture . Given
this research , the reader is expected to increase knowledge about the Joint
Venture . In addition, the company is expected to implement policies Joint
Venture with even better in the future.
Keywords :
Joint Venture , Joint Venture Profit , Corporate Developments
ABSTRAK
Melalui Joint Venture diharapkan bisa mendorong
partisipasi masyarakat dan dunia usaha dalam meningkatkan alih teknologi,
kemampuan managerial, dan modal dalam pardagangan dunia semakin mampu
meningkatkan pertumbuhan dan perluasan kegiatan ekonomi di berbagai daerah.
Para pihak dalam kerjasama patungan ialah peserta Indonesia (Indonesian participant) dan peserta
asing (Foreign Participant).
Tujuan penulisan penelitian ini adalah untuk mengetahui apa itu Joint Venture. Selain mengetahui hal
tersebut, makalah ini memuat tentang bagaimana pembagian laba dalam perjanjian Joint Venture serta perkembangan
perusahaan setelah melakukan Joint
Venture. Dalam makalah ini juga penulis memberikan contoh kasus perusahaan
yang melakukan Joint Venture. Dengan
adanya penelitian ini, diharapkan dapat menambah pengetahuan pembaca tentang Joint Venture. Selain itu, diharapkan
perusahaan dapat menerapkan kebijakan Joint
Venture dengan lebih baik lagi di masa yang akan datang.
Kata
Kunci : Joint Venture, Laba Joint Venture,
Perkembangan Perusahaan
BAB I
PENDAHULUAN
Tidak semua kegiatan usaha bisa
dilakukan sendiri, karena berbagai alasan, baik alasan teknis produksi,
alasan penguasaan pasar, maupun semata-mata alasan keuangan. Maka beberapa
orang atau beberapa pihak bersama-sama mendirikan satu perusahaan, baik dengan
pihak-pihak dalam satu negara bahkan lintas negara. Pada era globalisasi
seperti sekarang, sudah biasa melihat perusahaan patungan dengan pemegang saham
yang berasal dari banyak negara. Karena itu sudah menjadi makin susah untuk
menyebut negara asal mana yang mendominasi satu perusahaan.
Usaha patungan atau yang biasa
disebut Joint Venture merupakan suatu pengertian yang luas. Dia tidak
saja mencakup suatu kerja sama dimana masing-masing pihak melakukan penyertaan
modal (equity joint ventures) tetapi juga bentuk-bentuk kerjasama lainnya yang
lebih longgar, kurang permanen sifatnya serta tidak harus melibatkan
partisipasi modal. Yang pertama mengarah pada terbentuknya suatu badan hukum,
sedangkan pola yang kedua perwujudannya tampak dalam berbagai bentuk kontrak
kerjasama (contractual joint ventures) dalam bidang manajemen (management
contract), pemberian lisensi (license agreement), bantuan teknik dan
keahlian(technical assistance and know-how agreement), dan sebagainya. Dengan
joint venture diharapkan dapat menghimpun sinergi dari berbagai pihak,
khususnya pihak yang menguasai pasar dan pihak yang menguasai teknologi
produksi.
Setiap negara selalu
berusaha meningkatkan pembangunan, kesejahteraan dankemakmuran rakyatnya. Usaha
tersebut dilakukan dengan berbagai cara yang berbeda antara satu negara dengan
negara lainnya. Salah satu usaha yang selalu dilakukan oleh negara adalah menarik
sebanyak mungkin investasi asing masuk ke negaranya. Menarik investasi
masuk sebanyak mungkin ke dalam suatu negara didasarkan pada suatu mitos
yang menyatakan bahwa untuk menjadi suatu negara yang makmur, pembangunan
nasional harus diarahkan ke bidang industri. Untuk mengarah kesana, sejak awal
negara-negara tersebut dihadapkan kepada permasalahan minimnya modal dan
teknologi yang merupakan elemen dasar dalam menuju industrialisasi. Jalan yang
ditempuh untuk mengatasi masalah tersebut adalah mengundang masuknya modal
asing dari negara-negara maju ke dalam negeri. Masuknya modal asing bagi
perekonomian Indonesia merupakan tuntutan keadaan baik ekonomi maupun
politik Indonesia. Alternatif Penghimpunan dana pembagunan perekonomian Indonesia
melalui investasi modal secara langsung jauh lebih baik dibandingkan
dengan penarikan dana international lainnya seperti pinjaman luar negeri.
Penanaman modal harusmenjadi bagian dari penyelengaraan perekonomian nasional
dan ditempatkan sebagai upayauntuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional,
menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pembangunan ekonomi yang
berkelanjutan, meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional,
mewujudkan kesejahteraan masyarakat dalam suatu sistem perekonomian yang
berdayasaing. Modal asing yang dibawa oleh investor merupakan hal yang sangat
penting sebagai alatuntuk mengintegrasikan ekonomi global. Selain itu, kegiatan
investasi akan memberikan dampak positif bagi negara penerima modal,
seperti mendorong pertumbuhan bisnis, adanya supply teknologi dari investor
baik dalam bentuk proses produksi maupun teknologi permesinan, danmenciptakan
lapangan kerja. Penanaman modal asing merupakan salah satu bentuk
utamatransaksi bisnis internasional, di banyak negara, peraturan pemerintah
tentang penanaman modal asing mensyaratkan adanya joint venture, yaitu
ketentuan bahwa penanaman modal asing harus membentuk joint venture dengan
perusahaan lokal untuk melaksanakan kegiatan ekonomi yang mereka inginkan. Dibukanya
peluang bagi investor asing untuk menanamkan modalnya diIndonesia, maka dengan
sendirinya dibutuhkan perangkat hukum untuk mengatur pelaksanaannya, agar
investasi yang diharapkan memberikan keuntungan yang besar dan meningkatkan
perekonomian Indonesia. Sejarah Orde Baru selama periode 1966 - 1997 telah
membuktikan betapa pentingnya peran investasi langsung khususnya asing
(Penanaman Modal asing) sebagai salah satu motor penggerak pembangunan
dan salah satu sumber pertumbuhan ekonomi negara Indonesia. Mengadakan joint
venture agreement merupakan langkah awal dalam membentuk perusahaan joint
venture. Dimana di dalam perjanjian joint venture agreement berisikan
kesepakatan para pihak tentang kepemilikan modal, saham, peningkatan
kepemilikan saham penyertaan, keuangan, kepengurusan, teknologi dan tenaga
ahli, penyelesaian sengketa yang mungkin akanterjadi, dan berakhirnya perjanjian joint
venture pengusaha asing dan pengusaha lokal membentuk suatu perusahaan baru
yang disebut perusahaan joint venture di mana mereka menjadi pemegang saham
yang besarnya sesuai dengan kesepakatan bersama.
Berdasarkan latar
belakang di atas maka dapat diidentifikasi beberapa masalah, diantaranya :
1. Masuknya
modal asing bagi perekonomian Indonesia merupakan tuntutan keadaan
baik ekonomi maupun politik Indonesia.
2. Sering
kali pembagian laba yang tidak merata dalam melakukan joint venture
3. Banyaknya
investor asing yang ingin bekerja sama dengan perusahaan indonesia, maka dari
itu kita harus mengetahui apa saja kelebihan dan kelemahan usaha joint venture.
4. Beberapa
perusahaan ingin melakukan joint venture, maka dari itu kita harus mengetahui
apa alasa perusahaan tersebut melakukan joint venture.
5. Beberapa
perusahaan sering kali gagal dalam melakukan joint venture, namun tidak sedikit
perusahaan yang sudah terbukti perkembangannya ketika melakukan joint venture.
Berdasarkan latar
belakang dan identifikasi masalah di atas, ada beberapa hal yang harus dibahas,
diantaranya : Pengertian joint venture itu sendiri, kekurangan dan kelebihan
joint venture, perjanjian joint venture, pembagian laba dalam joint venture,
faktor-faktor dalam joint venture, dan contoh perusahaan yang berkembang dengan
melakukan joint venture. Maka penulisan makalah ini kami batasi pada pembagian
laba dalam perjanjian joint venture, faktor-faktor apa saja yang menyebabkan
perusahaan melakukan joint venture, dan bagaimana perkembangan perusahaan
setelah melakukan joint venture disertakan kasusnya.
Dari batasan masalah
yang ada, maka dapat dirumuskan masalah
penelitian.
Yaitu sebagai berikut :
1. Bagaimana
pembagian laba dalam perjanjian joint venture ?
2. Apa faktor
yang menyebabkan perusahaan melakukan joint venture ?
3. Bagaimana
perkembangan perusahaan setelah melakukan joint venture ?
1. Pembaca
dapat mengetahui pembagian laba dalam perjanjian joint venture
2. Pembaca
mengetahui faktor apa saja yang menyebabkan suatu perusahaan melakukan joint
venture
3. Pembaca
dapat mengetahui bagaimana perkembangan suatu perusahaan setelah melakukan
joint venture
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Peter Mahmud mengemukakan bahwa kontrak joint venture adalah “suatu kontrak antara dua
perusahaan untuk membentuk suatu perusahaan joint venture.” (Peter Mahmud, 2000:10).
Erman Rajagukguk dkk. Mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan joint
venture agreement adalah “suatu kerja sama antara pemilik modal asing dengan
pemilik modal nasional berdasarkan suatu perjanjian (kontraktual)” (Erman
Rajagukuguk, dkk: 1995:200).
Joint venture secara umum dapat diartikan sebagai
suatu persetujuan antara dua pihak atau lebih, untuk melakukan kerjasama dalam
suatu kegiatan. Persetujuan yang dimaksud adalah kesepakatan yang didasari atas
suatu perjanjian yang harus tetap berpedoman kepada syarat sahnya suatu
perjanjian yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
Joint
venture adalah kerjasama beberapa pihak untuk menyelenggarakan usaha bersama
dalam jangka waktu tertentu. Biasanya kerjasama berakhir setelah tujuan
tercapai atau pekerjaan selesai. Perbedaan antara joint venture dengan
persekutuan firma (CV) adalah umur joint venture jauh lebih pendek dari pada
umur persekutuan yang biasa.
Anggota
joint venture disebut venture / partner / sekutu. Sekutu bisa perseorangan,
persekutuan (firma atau CV), dan bisa pula perseroan terbatas (PT). Pada
umumnya, semua sekutu ikut mengelola jalannya perusahaan. Salah satunya sebagai
managing partner atau sekutu pemimpin.
a) Merupakan perusahaan baru yang didirikan bersama oleh beberapa perusahaan.
b) Modal terdiri dari pengetahuan dan modal yang disediakan para pendiri.
c) Joint venture antara perusahaan asing dengan modal nasional harus berbentuk
Perseroan Terbatas.
1.
Pasal 23 UU Nomor 1 Tahun 1967
tentang Penanaman Modal Asing
2.
PP Nomor 17 Tahun 1992. PP
Nomor 7 Tahun 1993 tentang Pemilik Saham Perusahaan Penanaman Modal Asing
3.
PP Nomor 20 Tahun 1994 tentang
Pemilikan Saham dalam Perusahaan yang Didirikan dalam Rangka Penanaman Modal
Asing
4.
SK Menteri Negara Penggerak
Dana Investasi/Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor: 15/SK/1994 tentang
Ketentuan Pelaksanaan Pemilikan Saham dalam Perusahaan yang Didirikan dalam
Rangka Penanaman Modal asing.
1.
Joint Venture domestic
2.
Joint Venture internasional
Menurut pasal 8 ayat (1) SK Menteri Negara Penggerak Dana
Investasi/Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor: 15/SK/1994 tentang Ketentuan
Pelaksanaan Pemilikan Saham dalam Perusahaan yang Didirikan dalam Rangka
Penanaman Modal Asing, bidang usaha yang wajib mendirikan perusahaan Joint
Venture adalah :
1.
Pelabuhan
2.
Produksi, transmisi dan
distribusi tenaga listrik untuk umum
3.
Telekomunikasi
4.
Pelayanan
5.
Penerbangan
6.
Air minum
7.
Kereta api umum
8.
Pembengkit tenaga atom
9.
Mass media
Faktor PMA wajib mengadakan usaha patungan (Joint Venture) dengan
perusahaan domestic adalah kerena usaha-usaha tersebut tergolong penting bagi
Negara dan menguasai hajat hidup orang banyak. Sedangkan yang dilarang untuk
penanaman modal asing adalah bidang-bidang yang berkaitan dengan pertahanan
Negara, sperti produksi senjata, mesiu, alat-alat peledaj dan peralatan perang.
Menurut
Raaymakers, manfaat dari kontrak Joint Venture :
1)
Pembetasan resiko
2)
Pembiayaan
3)
Menghemat tenaga
4)
Rentabilitas
5)
Kemungkinan optimasi know-how
6)
Kemungkinan pembetasan
kongkurensi (saling ketergantungan)
Menurut
Raaysmaker, unusr-unsur pokok yang perlu termuat dalam kontrak Joint Venture :
1.
Uraian tenteng pihak-pihak di
dalam kontrak
2.
Pertimbangan atau konsiderans
3.
Uraian tentang tujuan
4.
Waktu
5.
Ketentuan-ketantuan
perselisihan
6.
Organisasi dari kerjasama
7.
Pembiayaan
8.
Dasar penilaian
9.
Hubungan khusu antara partner
dan perusahaan Joint Venture
10. Peralihan saham
11. Bentuk hukum dan pilihan hokum
12. Pemasukan oleh partner
Para pihak yang terkait dalam kontrak ini adalah perusahaan
penanaman modal asig (PMA) dengar warga Negara Indonesia dan/atau badan hukum
Indonesia. Badan hukum Indinesia ini terdiri dari Bdan Usaha Milik Negara,
Badan Usaha Milik Daerah, Koperasi, perusahaan PMA, perusahaan PMDN, perusahaan
Non-PMA/PMDN.
Objek dari kontrak Joint Venture adalah adanya kerjasama patungan
antara perusahaan penanaman modal asing (PMA) dengan warga Negara Indonesia dan/atau
bahan hukum Indonesia.
Ditentukan oleh para pihak, yang dituangkan dalam kontrak Joint
Venture. Berdasarkan hasil kajian, angka waktu yang ditentukan adalah selama 20
tahun dan dapat diperpanjang. Dalam PP Nomor 20 Tahun 1994, penanaman modal
asing diberikan izin usaha untuk jagka waktu 30 tahun terhitung sejak
perusahaan berproduksi komersial.
Penyelesaian Sengketa : Hukum yang digunakan dalam kontrak Joint Venture
adalah hukum Indonesia. Sedangkan penyelesaian sengketa yang tidak dapat
diselesaikan oleh para pihak, maka harus tunduk pada ketentuan International
Chambers of Commerce (ICC).
2.9
Keuntungan dan
Kelemahan Joint Venture :
2.9.1
Keuntungan
a.
Kekuasaan dan hal suara didasarkan pada banyaknya saham yang ditanam
oleh masing – masing Perusahaan Pendiri.
b.
Perusahan Join Venture tetap memiliki eksistensi dan kebebasan
masing – masing.
c.
Dapat memanfaatkan skala ekonomi dan spesialisasi.
2.9.2
Kelemahan
a. Tanggung jawab terhadap semua resiko dibagi antar
masing-masing patner.
b. Resiko rahasia tersebar lebih besar
c.
Resiko tertipu oleh partner usaha lebih besar
d. Hutang
peerusahaan menjadi tanggung jawab bersama, dan seluruh harta jadi jaminannya
BAB III
PEMBAHASAN MASALAH
Seperti halnya persekutuan, maka
laba joint venture juga hak para anggota. Oleh karana itu, laba joint venture
akan dibagikan kepada para sekutu. Cara (metode) pembagian labanya juga akan
diatur di dalam perjanjian. Metode pembagian laba yang dipakai juga sama dengan
metode pembagian laba persekutuan, yaitu :
·
Laba dibagi sama,
·
Laba di bagi dengan ratio tertentu,
·
Laba dibagi sesuai dengan ratio modal, yaitu :
1.
Modal mula-mula
2.
Modal awal periode
3.
Modal akhir periode
4.
Modal
rata-rata.
·
Laba dibagi dengan memperhitungkan bunga modal dan
sisanya dibagi menurut cara a, b atau c.
·
Laba dibagi dengan memperhitungkan gaji dan bonus dan
sisanya dibagi menurut cara a, b atau c.
·
Laba dibagi dengan memperhitungkan bunga modal, gaji
serta bonus dan sisanya dibagi menurut cara a, b atau c.
Dalam
hubungannya dengan joint venture yang belum selesai, timbul masalah akuntansi,
yaitu mengenai pengakuan laba atau rugi joint venture yaitu apakah perlu
mengakui rugi - laba atas joint venture yang belum selesai. Perlu tidaknya
mengakui rugi - laba joint venture yang belum selesai harus memperhatikan
prinsip-prinsip yang mendasari pengakuan rugi laba (pendapatan dan biaya).
Dalam hal
anggota joint venture mengakui laba atas joint venture yang belum selesai ini
menimbulkan 2 masalah, yaitu penentuan besarnya laba atau rugi yang diakui dan
pencatatannya akan tergantung pada metode akuntansi yang digunakan.
A. Metode
Akuntansi Terpisah
Apabila
joint venture menyelenggarakan akuntansi dengan metode ini maka besarnya laba
adalah selisih antara pendapatan dan biaya. Apabila diperlukan maka untuk
menghitung laba atau rugi tersebut diperlukan penyesuaian. Laba atau rugi
tersebut akan dibagi sesuai dengan rasio atau metode pembagian laba yang
disepakati. Dengan metode ini maka masing-masing sekutu hanya akan mencatat
bagian laba atau rugi yang menjadi haknya.
B. Metode
Akuntansi Tidak Terpisah
Apabila
joint venture menggunakan metode akuntansi tidak terpisah maka besarnya
laba / rugi dapat diketahui dari saldo rekening joint venture, yaitu :
a. Laba,
apabila rekening Joint venture bersaldo kredit
b. Rugi,
apabila rekening Joint venture bersaldo debit.
Seperti yang dijelaskan bahwa joint Venture hanya bisa
dihitung laba / ruginya apabila telah berakhir usaha yang menjadi obyeknya maka
dalam pembukuan ini mengalami hal - hal yang perlu dilakukan karena pembukuan
secara tidak terpisah
sedikit berbeda dari pembukuan secara terpisah, yang membedakan adalah hak -
hak para anggota di dalam joint venture dapat ditentukan pada setiap saat yang
menyangkut aktivitas joint venture.
Hak-hak para
anggota adalah selisih antara jumlah komutatif semua rekening yang mempunyai
saldo debit dengan jumlah komulatif semua rekening yang mempunyai saldo kredit
dari pembukuan yang diselenggarakan oleh anggota yang bersangkutan.
Rekening -
rekening dengan saldo debet menunjukkan aktiva joint venture (termasuk biaya
yang dibayar dimuka). Sedangkan rekening -rekening yang mempunyai saldo kredit
adalah rekening yang menunjukkan kewajiban - kewajiban joint venture kepada
pihak ketiga dan hak - hak anggota di dalam joint venture.
1.
Faktor Internal :
·
Membangun kekuatan perusahaan
·
Menyebarkan biaya dan resiko
·
Menambah akses ke sumber daya
keuangan
·
Ekonomi skala dan keuntungan kekuatan
·
Akses ke teknologi danpelanggan baru
·
Akses ke praktek manajer inovatif
2.
Tujuan Persaingan
·
Mempengaruhi evolusi struktural
industri
·
Kompetisi sebelum selesai
·
Penciptaan unit kompetisi yang kuat
·
Kecepatan Pasar
3.
Tujuan Strategi
·
Sinergi
·
Transfer teknologi / kecakapan
·
Diversifikasi
Pada
saat krisis moneter 1998, bisnis Grup Salim (PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk)
jatuh. Anthoni, pimpinan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk juga harus
menyerahkan sekitar 108 perusahaan kepada pemerintah guna membayar utang Rp52,7
triliun.Namun, mesin uang “Indofood” tidak termasuk yang diserahkan ke Badan
Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
PT.
Nestle Indofood Citarasa Indonesia (NICI) didirikan pada tanggal 31 Maret 2005,
dan mulai beroperasi pada tanggal 1 April 2005. Pada mulanya PT. Indofood Sukses
Makmur Tbk (INDOFOOD) dan Nestlé S.A. (NESTLÉ), Switzerland mendirikan usaha
yang bergerak di bidang manufaktur, penjualan, pemasaran, dan distribusi produk
kuliner di Indonesia dan juga untuk penjualan ekspor. Adapun nama perusahaan
patungan baru tersebut adalah “PT NESTLÉ INDOFOOD CITARASA INDONESIA”, dengan
kepemilikan saham oleh INDOFOOD dan NESTLÉ, masing-masing sebesar 50%.
Bangkrutnya
produk indofood disebabkan oleh krisis moneter. Sehingga indofood kemudian
menjalin kerjasama dengan produk nestle. Dalam kerjasama antara indofood dengan
nestle sudah diatur kesepakatan-kesepakatan yang telah disetujui oleh kedua
belah pihak, yaitu pihak indofood dan pihak dari nestle. Seiring perkembangan
waktu perusahaan indofood yang sudah melakukan kerjasama joint venture dengan
nestle mulai bangkit dan perlahan mulai menguasai pasaran di Indonesia. PT
Indofood Sukses Makmur Tbk telah bertransformasi menjadi sebuah perusahaan
Total Food Solutions dengan kegiatan operasional yang mencakup seluruh tahapan
proses produksi makanan, mulai dari produksi dan pengolahan bahan baku hingga
menjadi produk akhir yang tersedia di rak para pedagang eceran. Dua perusahaan
papan atas yakni PT. indofood sukses makmur tbk (indofood) dan nestle s.a
(nestle), switzerland, yang telah membentuk perusahaan patungan joint venture,
akan menciptakan peluang memperbesar pangsa pasar. Sebab, dua perusahaan besar
ini akan saling memanfaatkan dan mengembangkan kekuatan yang dimiliki.
Setelah
bergabungnya PT Indofood Sukses Makmur Tbk (Indofood) dan Nestle S.A (Nestle)
produknya semakin laku di pasaran. Mereka semakin membuka produk produk baru
yaitu divisi makanan ringan (snack) dengan produk chitato, chiki, jetz, qtela,
cheetos, lays dan trenz. Divisi mie instan (noodles) dengan produk indomie,
supermi, sarimi, sakura, pop mie, pop bihun. Divisi susu (dairy) dengan produk
indomilk, cap enaak, tiga sapi, kremer, crima, nice yogurt, orchid butter,
indoeskrim. Divisi penyedap makanan (seasoning) dengan produk bumbu racik,
freiss, sambal indofood, kecap indofood, maggi, piring lombok, bumbu instant
indofood. Divisi nutrisi dan susu formula (nutrition) dengan produk promina dan
sun.
Pertumbuhan
ekonomi domestik dan berbagai potensinya menciptakan situasi yang penuh peluang
sekaligus menantang. Di tengah situasi pasar yang penuh tantangan, Indofood
kembali berhasil meraih kinerja memuaskan. Dalam beberapa dekade ini, PT
Indofood Sukses Makmur Tbk telah bertransformasi menjadi sebuah perusahaan
Total Food Solutions dengan kegiatan operasional yang mencakup seluruh tahapan
proses produksi makanan, mulai dari produksi dan pengolahan bahan baku hingga
menjadi produk akhir yang tersedia di rak para pedagang eceran. Kini Indofoods
Distribusi Group memiliki jaringan paling luas di Indonesia, menembus ke hampir
setiap sudut nusantara. Selain produk-produk Indofood sendiri, indofood juga
mendistribusikan produk-produk ke pihak ketiga. Stock poin berlokasi di
daerah-daerah dengan kepadatan tinggi gerai ritel, termasuk pasar tradisional,
memungkinkan masing-masing titik saham untuk melayani wilayah geografis dekat
ditetapkan dalam waktu sesingkat mungkin.
Dengan total
tenaga kerja sekitar 62 ribu, Indofood percaya bahwa karyawan adalah salah satu
kelompok paling penting dari stakeholder dan unsur penting dalam keberhasilan.
Tak heran, produknya bisa dinikmati hingga Australia, Asia, dan Eropa.
BAB 4
PENUTUP
Joint
Venture atau usaha patungan merupakan persetujuan diantara dua pihak atau lebih
untuk melakukan kerjasama di dalam suatu proyek, seringkali suatu joint venture
dilakukan apabila perusahaan-perusahaan dengan teknologi yang saling melengkapi
ingin menciptakan barang atau jasa yang akan saling memperkuat posisi
masing-masing perusahaan. Kepemilikan atas investasi dalam joint venture dapat
dilakukan secara bervariasi. Pada umumnya kepemilikan mayoritas ada pada pihak
asing, dan kepemilikan minoritas ada di tangan pihak nasional. Kepemilikan
dapat juga ditentukan seimbang, dapat pula 100% pemilikan dipegang oleh salah
satu partner, sedangkan partner yang lain mempunyai hak opsi untuk mendapatkan
sebagian atau keseluruhan saham.
Menurut
Raaymakers, manfaat dari kontrak Joint Venture:
1.
Pembetasan resiko
2.
Pembiayaan
3.
Menghemat tenaga
4.
Rentabilitas
5.
Kemungkinan optimasi know-how
6.
Kemungkinan pembetasan kongkurensi (saling ketergantungan)
Banyak
manfaat yang terkait dengan Joint Ventures International adalah bahwa mereka
menyediakan perusahaan dengan kesempatan untuk mendapatkan kapasitas yang baru
dan keahlian mereka dan memungkinkan perusahaan untuk masuk ke bisnis terkait
atau pasar geografis baru atau mendapatkan pengetahuan teknologi baru. Selain
itu, Joint Ventures International yang dalam banyak kasus memiliki jangka hidup
yang pendek, yang memungkinkan perusahaan untuk membuat komitmen jangka pendek
daripada komitmen jangka panjang.Melalui Joint Ventures International,
perusahaan diberikan kesempatan untuk meningkatkan margin keuntungan,
mempercepat pertumbuhan pendapatan mereka, menghasilkan produk baru, memperluas
ke pasar domestik baru, mendapatkan dukungan keuangan, dan ilmuwan saham atau
profesional lain yang memiliki kemampuan unik yang akan menguntungkan
perusahaan.
Apabila di dalam makalah ini terdapat kata-kata yang salah ataupun kurang
tepat, kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membagun sangat penulis
harapkan untuk kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
http://goodaymo.blogspot.co.id/2012/10/joint-venture.html https://bintankkuleo.wordpress.com/2013/11/22/ciri-ciri-keuntungan-dan-kerugian-bentuk-kerjasama-bisnis/
LAMPIRAN – LAMPIRAN
Nama : Euis Jimasari
Kelas : 3C
NPM : 113080060
Jurnal
:
Persepsi Risiko Terhadap
Penyediaan dan Pengelolaan Tenaga Kerja dalam
International Joint Venture
pada Proyek Infrastruktur
1. Pendahuluan
Pembangunan
infrastruktur
dengan ukuran besar yang memerlukan
keahlian rekayasa dan biaya tinggi di Indonesia sering dilaksanakan melalui suatu proyek dengan melibatkan kontraktor dalam
dan luar negeri
dengan kerja sama di dalam
suatu aliansi strategis yang
disebut dengan International Joint Venture (IJV). Melalui kerja sama diharapkan terjadi kinerja yang lebih baik karena kompetensi dan sumberdaya perusahaan - perusahaan
yang berpartisipasi dapat
dikombinasikan. Selain itu, ketidak pastian yang ada di
dalam pekerjaan konstruksi infrastruktur yang
besar dan kompleks diharapkan dapat
dikurangi
karena adanya gabungan
kompetensi dan sumberdaya tersebut. Dalam
kaitan itu, Contractor and Lorange (1988) mengemukakan
bahwa Joint Venture
membuka kesempatan untuk menanggung
bersama biaya dan risiko,
memperoleh
pengetahuan, memasuki pasar baru, mendapatkan economies of scale
atau merasionalkan operasi.
2. International Joint
Venture
dan Risiko Kontraktor
2.1 Joint Venture
Menurut
Geringer (1988),
joint
venture merupakan suatu tipe aliansi strategis khusus yang memberikan peluang
khusus pula untuk mengkombinasikan kompetensi
tertentu serta sumberdaya
perusahaan- perusahaan yang
berpartisipasi. Suatu JV melibatkan sedikitnya dua organisasi yang mengkontribusikan
ekuitas dan sumberdayanya bagi
suatu entitas hukum
terpisah yang bersifat semiotonom. Pada
Gambar 1 berbagai
tipe aliansi, termasuk joint venture, dipetakan menurut masukan sumberdaya dan keluaran operasinya seperti yang dikemukakan
oleh
Lorange dan Roos
(1992) dan dikutip oleh
Sillars (2004). Dapat dilihat bahwa
pada aliansi yang berbentuk ad hoc pool
dan project based
joint venture jumlah masukan
sumberdaya dari masing-masing mitra hanya sebanyak
yang
diperlukan pada jangka waktu yang
pendek, sedangkan pada
consortium dan full-blown joint venture
jumlahnya sesuai dengan yang diperlukan untuk
operasi jangka panjang. Hasil operasi
tersebut dibagikan kepada masing-masing mitra dalam
aliansi
yang berbentuk ad
hoc pool dan consortium, sedangkan pada project- based joint venture
dan full-blown venture hasil operasi diinvestasikan kembali di dalam venture yang
bersangkutan.
2.2 Risiko kontraktor
Bing et al. (1999) menyatakan bahwa ada
3 jenis risiko pada usaha bersama yaitu: 1)
risiko internal, adalah risiko yang timbul karena terlibatnya 2 organisasi yang berbeda dalam satu proyek dan risiko yang berkembang
dari dasar operasional
suatu proyek dapat menyebabkan konflik antar organisasi mitra. Khusus yang
berhubungan dengan
tenaga kerja, yang
menimbulkan risiko adalah kemampuan manajerial,
pembagian
kerja, kebijakan perusahaan induk terhadap mitra, rasa
ketidakpercayaan,
dan masalah transfer teknologi;
2) risiko spesifik proyek,
antara lain hubungan antara personil yang
terlibat dalam
proyek joint venture; 3) risiko eksternal. Pada IJV ketiga jenis risiko ini lebih besar dibandingkan dengan joint venture biasa karena
adanya perbedaan yang lebih besar antar mitra yang
bekerja sama.
Risiko eksternal yang perlu
dipertimbangkan, termasuk
oleh kontraktor
asing yang akan bekerja di Indonesia, meliputi sistem politik dan undang-undang, kondisi
ekonomi dan
industri konstruksi, masyarakat,
lingkungan fisik. Menurut Ozorhorn dkk. (2007), tingkat kegagalan IJV lebih tinggi
dari pada
joint venture domestik karena melibatkan tantangan yang lebih
besar.
2.3 Penyediaan dan pengelolaan tenaga kerja
Kegiatan yang terkait dengan tenaga kerja meliputi
penyediaan (recruitment),
pengalokasian, dan pemanfaatannya
(Bernardin 2007). Di
dalam penelitian ini pengalokasian dan pemanfaatan tenaga kerja
dikelompokkan ke dalam pengelolaan tenaga kerja. Penyediaan
tenaga kerja meliputi
rekrutmen yang merupakan proses untuk menarik pelamar bagi
posisi-posisi yang diperlukan.
Rekrutmen terkait dengan
aktivitas lainnya di dalam pengelolaan tenaga kerja. Penyediaan tenaga kerja
harus didasarkan atas perencanaan yang baik dan didasarkan atas informasi
sehingga memungkinkan dilakukannya
estimasi yang andal mengenai kebutuhan dan ketersediaan tenaga kerja tersebut.
Menurut Schuler (1987), sasaran perencanaan
tenaga kerja adalah
untuk memastikan bahwa organisasi : 1 ) mendapatkan dan mempertahankan
kuantitas dan kualitas tenaga kerja yang diperlukan, 2) mampu mengantisipasi
masalah- masalah yang muncul dari potensi kelebihan atau kekurangan tenaga
kerja. Armstrong (1988) mengemukakan bahwa ada empat kegiatan perencanaan
tenaga kerja, yaitu: 1) perkiraan kebutuhan, yaitu memperkirakan kebutuhan
tenaga kerja masa datang, 2) perkiraan suplai, yaitu memperkirakan suplai orang
dari dalam dan dari luar organisasi berdasarkan analisis, 3) menentukan
kebutuhan tenaga kerja, yaitu menganalisis perkiraan kebutuhan dan suplai untuk
mengenali kebutuhan atau kelebihan tenaga kerja di masa datang, 4) perencanaan
tindakan, yaitu menyiapkan dan melaksanakan rencana untuk memenuhi kebutuhan
tenaga kerja atau untuk mengatasi
kelebihan tenaga kerja.
3. Studi Kasus pada IJV Berbasis Proyek Pembangunan Infrastruktur
Infrastruktur
meliputi aset fisik
yang menunjang kegiatan ekonomi
dan kebutuhan masyarakat. Pembangunan infrastruktur biasanya dilaksanakan
melalui suatu proyek
yang melibatkan kontraktor sebagai pelaksana pembangunan
fisik. Bendungan dan pembangkit tenaga listrik
merupakan salah satu jenis infrastruktur. Proyek pembangunan
bendungan dan pembangkit tenaga listrik
yang menjadi objek
studi kasus pada penelitian ini dilaksanakan di Sulawesi sejak tahun 2005.
Seperti halnya pada banyak proyek infrastruktur yang berskala besar,
pelaksanaannya memerlukan kemampuan teknis dan pengelolaan sumberdaya yang
tidak sederhana. Pengendalian kualitas juga merupakan aspek
utama yang harus diperhatikan. Untuk itu diperlukan struktur organisasi yang
tepat dengan tenaga kerja yang andal untuk mencapai objektif proyek dari segi
biaya, kualitas, dan waktu pelaksanaan. Kontraktor proyek ini terdiri dari
mitra asing dan
mitra domestik yang
bekerja sama dalam suatu joint venture.
4. Metodologi
4.1 Faktor risiko
dan variabel penelitian
Faktor risiko dalam hal ini merupakan setiap kejadian (event) yang mungkin terjadi atau issue yang mungkin ada
yang terkait dengan penyediaan
dan pengelolaan tenaga
kerja
yang
dapat mengakibatkan
kerugian kepada
kontraktor di dalam
proyek. Faktor risiko penyediaan tenaga kerja meliputi kelompok variabel yang terkait dengan
persiapan serta
perencanaan
dan kelompok yang terkait dengan kondisi aktual atau proses serta
hasil penyediaan. Bagi IJV, konsistensi penerapan undang-undang yang terkait dengan penyediaan tenaga kerja merupakan salah satu
faktor risiko yang harus
diperhitungkan. Selain itu faktor risiko
juga mencakup ketepatan informasi
dan estimasi
kebutuhan tenaga kerja serta
kelancaran
proses
administrasi. Ketersediaan tenaga kerja serta kualifikasinya merupakan faktor risiko yang terkait dengan
kondisi
aktual di lapangan. Sedangkan faktor risiko pengelolaan tenaga kerja meliputi kelompok variabel budaya, serta kelompok variabel manajerial dan teknis. Seperti telah disampaikan sebelumnya budaya kerja yang
berbeda,
hambatan di dalam berkomunikasi antar mitra karena
keterbatasan penguasaan bahasa asing, perbedaan
penghargaan dan
kompensasi yang diberikan
kepada tenaga kerja
mitra yang terlibat merupakan sumber konflik. Selain itu faktor risiko pengelolaan
tenaga kerja juga terkait
dengan
kemampuan pengelola untuk
menciptakan suasana kerja yang kondusif,
memberikan motivasi dan
perlindungan kepada pekerja.
4.2 Metoda pengolahan data
Data persepsi
responden dikonversikan ke dalam
bentuk
kuantitatif dengan menggunakan skala Likert. Selanjutnya dilakukan interpretasi nilai rata-rata tingkat pengaruh dan frekuensi terjadinya masalah yang terkait dengan
faktor risiko. Analisis
risiko dilakukan berdasarkan suatu matriks tingkat risiko
yang menghubungkan frekuensi terjadinya
masalah yang
terkait dengan faktor
risiko dan tingkat pengaruhnya. Analisis korelasi kemudian
dilakukan untuk melihat korelasi antara
masalah yang terkait
dengan faktor risiko
kontraktor dalam penyediaan dan pengelolaan tenaga kerja
dengan penurunan kualitas,
produktivitas, dan
hubungan kerja. Uji validitas kuesioner dilakukan dengan menggunakan rumus
korelasi produk momen.
Uji reliabilitas kuesioner dilakukan dengan menggunakan
koefisien reliabilitas
Cronbach’s Alpha.
Analisis statistik
dilakukan dengan alat bantu software SPSS.
5. Perbedaan persepsi antar level manajemen dan
antar mitra yang terlibat dalam joint
venture
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan persepsi
di antara mitra
yang terlibat maupun antar
level manajemen di
dalam organisasi joint venture ini seperti
diperlihatkan pada Gambar 6, Gambar
7, Gambar
8, dan Gambar 9). Pada umumnya,
dibandingkan dengan mitra
asing, mitra domestik menganggap bahwa permasalahan yang terkait dengan
faktor risiko penyediaan dan pengelolaan tenaga kerja lebih tinggi frekuensi
terjadinya dan lebih besar pula tingkat pengaruhnya terhadap peluang kerugian
kontraktor. Ke
cenderungan
ini terdapat pada seluruh level manajemen
yang ditinjau (level manajemen 1 sampai dengan 3). Hal ini
tampaknya terkait dengan keadaan bahwa mitra domestik adalah yang bertanggung
jawab terhadap penyediaan dan pengelolaan
tenaga kerja terampil dan
semi terampil yang keseluruhannya
merupakan tenaga kerja lokal. Masalah kurang memadainya pengetahuan dan
pengalaman, misalnya, lebih sering dihadapi oleh pegawai domestik karena memang
tenaga profesional di Indonesia lebih sedikit jumlahnya.
Penanganan
permasalahan tenaga kerja yang sebagian besar
diserahkan kepada mitra
domestik mengakibatkan
kurang tanggapnya mitra
asing terhadap masalah ini. Pada kenyataannya demo atau protes di lingkungan
proyek terhadap pimpinan terjadi hampir setiap hari. Lingkungan kerja menjadi
tidak kondusif dan keadaan
emosi pegawai tidak
stabil akibat banyaknya benturan antar pegawai.
Selanjutnya,
pada mitra asing persepsi ketiga level manajemen tersebut tidak terlalu jauh
berbeda sedangkan pada mitra domestik terdapat dispersi persepsi yang cenderung
lebih lebar di antara ketiga level manajemen tersebut. Perbedaan persepsi
antara mitra domestik dengan mitra asing terhadap frekuensi terjadinya permasalahan
ini mencerminkan kondisi aktual di lapangan yang dihadapi oleh masing-masing
pihak. Tampaknya mitra asing memiliki konsolidasi yang lebih baik di dalam
pengelolaan pekerjaan dan penanganan permasalahan sehingga terdapat persepsi
yang tidak terlalu berbeda di antara ketiga level manajemen disini.
Untuk
sebagian besar faktor risiko, persepsi mitra domestik yang bekerja level
manajemen 2 mengindikasikan frekuensi terjadinya masalah dan tingkat pengaruh
yang lebih tinggi
dibandingkan dengan yang dicerminkan oleh persepsi mereka yang bekerja
pada level manajemen 1 dan 3. Bila dilihat dari struktur organisasi proyek ini
pada level manajemen 2 mitra domestik mengisi jabatan Procurement Engineer dan Administrative/Finance Manager. Kedua
jabatan ini memang yang paling berhubungan dengan aspek penyediaan dan
pengelolaan tenaga kerja sehingga tampaknya masalah yang ada dalam aspek ini
paling banyak disadari dan ditangani pada kedua posisi tersebut.
Nama : Leli Anggraeni
Kelas : 3C
NPM : 113080061
JURNAL NOMINAL / VOLUME II NOMOR II / TAHUN 2013
OPTIMALISASI
PERAN PERGURUAN TINGGI DALAM PEMBERDAYAAN UMKM MELALUI
KERJASAMA JOINT VENTURE PROFIT SHARING
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) adalah
sektor usaha yang mempunyai daya tahan yang cukup handal dalam menghadapi
berbagai terpaan krisis, baik krisis moneter maupun krisis keuangan lainnya.
Selain itu, peran UMKM dalam Perekonomian Nasional juga sangat besar.
Diketahui bahwa UMKM memberikan
sumbangan yang cukup signifikan atas Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.
Menurut Data Kementrian UKM dan Koperasi, dilihat dari Produk Domestik Bruto
(PDB), UMKM memberikan sumbangan sebesar 57.12% dari keseluruhan PDB Nasional.
Selain itu, dari sisi penyediaan lapangan kerja, sektor UMKM menyumbangkan
sebanyak 97.22% dari seluruh lapangan kerja yang ada.
Sedangkan dilihat
dari jumlah Unit Usaha tahun 2012, Unit usaha Sektor UMKM tercatat sebanyak
56.539.560. Secara keseluruhan, dari semua sektor usaha yang ada di Indonesia,
99,99%nya adalah sektor UMKM.
Dari angka tersebut tercatat, jumlah
unit usaha ukuran menengah (dengan omset/tahun Rp2,5 miliar-Rp50 miliar dan
aset Rp500 juta-Rp10 miliar) baru 48.977 Unit atau hanya 0,09 persen dari total
unit usaha. Sedangkan usaha kecil (dengan omset/tahun Rp300 juta-Rp2,5 miliar
dan aset Rp50 juta-Rp500 juta) sebanyak 629.418 unit atau sebanyak 1,11 persen
dari total unit usaha. Unit usaha terbanyak adalah dari usaha sektor mikro
(dengan omset/tahun sampai dengan Rp300 juta dengan aset hingga Rp50 juta),
yakni sebanyak 55.586.176 unit usaha atau sebanyak 98,79 persen dari total unit
usaha.
Secara khusus, pengamatan atas aspek
modal atau pembiayaan UMKM dapat dikemukakan beberapa catatan awal (Yunus,
2003; Robinson, 2004; Untoro, 2004) adalah sebagai berikut:
1. Masih terdapat resistensi secara umum dari
pihak perbankan daerah dalam melaksanakan penyaluran kredit bagi UMKM yang
ternyata dianggap lebih bersifat fund chanelling saja ketimbang sebagai fungsi
intermediasi yang memiliki perpektif komersial yang menjanjikan keuntungan.
2. dari sisi UMKM tampak masih selalu menganggap
adanya kendala birokrasi yang memunculkan kurangnya kases pada kredit perbankan
di samping tidak cukupnya aset mereka untuk jaminan (collateral).
3. kurang tersedianya dana dan sumber pendanaan
dengan biaya dana yang terjangkau.
4. Terjadinya
double financing, kompetisi tidak adil, lemahnya informasi dan jaringan,
baik antara UMKM maupun antar penyedia jasa keuangan (bank dan non-bank serta
lembaga terkait lainnya) yang kemudian berpotensi melahirkan masalah moral hazard
dan adverse selection.
5.
diperlukan semacam bantuan advokasi,
pembinaan, atau suatu hasil kajian komprehensif yang dapat mendorong dan lebih
memungkinkan UMKM untuk memnuhi kriteria pendanaan (lending criteria).
Joint
Venture Profit Sharing (JVPS) adalah kerja sama antara dua pihak atau
lebih, dimana masing-masing pihak dapat mengumpulkan modal mereka untuk
membentuk suatu usaha (perserikatan) sebagai sebuah badan hukum (legal
entity). Dalam bentuk kerjasama ini, kedua pihak ikut andil dalam penyertaan
modal (equity participation), dan masing-masing dapat terjun langsung
secara bersama-sama dalam proses manajemen.
Apabila usaha yang dijalankan mendapat
untung, maka keuntungan akan dibagi berdasar nisbah bagi hasil yang ditentukan
di muka atas dasar kesepakatan kedua belah pihak, secara proporsional
berdasarkan besar kecilnya modal yang disertakan atau berdasarkan
keikutsertaannya dalam proses manajemen. Namun apabila usahanya merugi, kedua
pihak secara bersama-sama menanggung kerugian tersebut.
Dalam aplikasinya, JVPS bisa diterapkan
dalam kerjasama pembiayaan, di mana pihak pemilik modal bekerjasama dengan
pengusaha dalam menjalankan usaha, dengan kontribusi modal dan pembagian
keuntungan sesuai kesepakatan yang dibicarakan dan ditentukan dalam kontrak di
awal kerjasama. Pembiayaan JVPS bisa dijalankan dalam berbagai bentuk, di
antaranya:
1. JVPS
permanen (continous JVPS), di mana pihak pemilik modal merupakan
partner tetap dalam suatu proyek atau usaha. Model ini jarang dipraktikkan,
namun JVPS permanen ini merupakan alternatif menarik bagi investasi surat-surat
berharga atau saham, yang dapat dijadikan salah satu portfolio investasi.
2.
JVPS digunakan
untuk pembiayaan modal kerja (working capital), di mana pemilik dana
merupakan partner pada tahap awal dari sebuah usaha atau proses
produksi. Dalam model pembiayaan ini, pihak pemilik dana akan menyediakan
sejumlah uang untuk membeli aset atau alat-alat produksi, begitu juga dengan
partner JVPS lainnya.
3. JVPS
digunakan untuk pembiayaan jangka pendek. JVPS jenis ini bisa
diaplikasikan dalam bentuk project finance atau pembiayaan perdagangan,
seperti ekspor, impor, penyediaan bahan mentah atau keperluan-keperluan khusus
nasabah lainnya.
Dalam dunia
perbankan, pembiayaan JVPS hampir tidak pernah ada yang diterapkan dengan
menggunakan dasar konsep profit and loss sharing contract secara penuh
sebagaimana konsep dasar dari jenis kerjasama ini. Beberapa permasalahan yang
dikemukakan dari aplikasi konsep profit and loss sharing contractini
diantaranya:
1. Kecenderungan
sebagian besar (atau hampir semua) pemilik dana termasuk bank dan lembaga
keuangan untuk meletakkan kelebihan dana dimilikinya pada tempat yang
benar-benar aman.
2. Pengelolaan
(manajemen) usaha yang belum terbukti berhasil menjadikan pihak yang mempunyai kelebihan
dana seringkali mensyaratkan adanya jaminan (agunan).
3. Terbuka
lebarnya terjadi moral hazard dan adverse selection pada
pembiayaan dengan konsep JVPS menjadikan pemilik dana tidak memberikan
kepercayaan bagi masing-masing pihak untuk menjalankan kerja sama kemitraan
dengan menerapkan konsep ini secara penuh.
Di sisi lain,
Perguruan Tinggi (PT) adalah sebuah lembaga pendidikan yang diharapkan mampu
menjembatani dan mengatasi beberapa kelemahan di atas. Perguruan Tinggi (PT)
merupakan kelanjutan pendidikan menengah yang diselenggarakan untuk
mempersiapkan peserta didik untuk menjadi anggota masyarakat yang memiliki
kemampuan akademis dan profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan, dan
menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi, dan kesenian (UU No 2 th 1989, Pasal
16, ayat (1).
Sedangkan UU Sisdiknas pasal 20 ayat (2)
menyatakan bahwa Perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakn pendidian,
penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
Dalam konteks permasalahan yang kita
kemukakan dalam tulisan ini, perguruan tinggi berkewajiban untuk memberikan
akses dan dukungan sepenuhnya untuk pemberdayaan UMKM. Beberapa kekuatan (strenght)
yang dimiliki oleh Perguruan Tinggi yang bisa dimanfaatkan untuk percepatan
pemberdayaan UMKM diantaranya:
1. Perguruan
Tinggi adalah tempat berkumpulnya para ahli dari berbagai disiplin ilmu. Salah
satu permasalahan yang banyak terjadi pada UMKM adalah persoalan yang berkaitan
dengan pemasaran, teknik produksi, pengelolaan SDM, serta lemhnya pencatatan
dan pembuatan laporan keuangan serta pemanfaatannya.
2.
Dengan potensi ini, dalam Perguruan
Tinggi mempunyai peluang yang cukup besar dalam kerjasama kemitraan dengan UMKM
dalam bentuk Joint Venture Profit Sharing (JVPS). Dengan kemitraan ini,
Perguruan Tinggi bisa berperan memberikan masukan dan ide-ide untuk pengelolaan
usaha dengan lebih terarah dan terencana.
3.
Perguruan Tinggi mempunyai sumber
pendanaan untuk kegiatan penelitian dan pengabdian.
4. Perguruan
Tinggi mempunyai fasilitas, jaringan, dan sarana yang dibutuhkan untuk
pengembangan UMKM. Perguruan tinggi mempunyai laboratorium, alat-alat produksi,
bahan dan sarana percobaan, serta jaringan yang luas yang seringkali dibutuhkan
oleh UMK dalam pengembangan usahanya.
5. Dalam
hal pemasaran produk, Perguruan Tinggi mempunyai banyak informasi dan peluang
promosi, pemanfaatan media publikasi, dan berbagai lat peragaan untuk
mengenalkan, mengedukasi, dan mempromosikan produk-produk UMKM. Dalam hal
produksi barang, Perguruan tingi juga mempunyai banyak bengkel-bengkel kerja
dan alat-alat produksi yang selalu dikembangkan sesuai dengan kebutuhan kerja.
Dalam hal pencatatan dan pembukuan,
6.
Perguruan Tinggi mempunyai media dan
sarana pelatihan dan teknik-teknik analisisnya. Daam Hal Sumber daya Manusia,
Perguruan Tinggi mempunyai banyak cara dan sumber untuk mendapatkan tenaga
kerja terlatih yang dibutuhkan oleh UMKM.
7.
Perguruan Tinggi bisa menjadi lembaga
penjamin Pembiayaan dari Bank. Dalam kasus lain, seandainya PT tidak mempunyai
cukup dana yang bisa disertakan dalamkerjasama JVPS, PT bisa bertindak semata
sebagai lembaga advocasi bagi UMKM. PT bisa berperan dalam memberikan
pertimbangan atas studi kelayakan yang dibuat oleh UMKM, dan menjadi konsultan
manajemen sekaligus memberikan jaminan (guarantee) kepada bank atau
lembaga pemberi pinjaman bahwa UMKM yang bersangkutan adalah UMKM yang
profitable, dan mampu merealisasikan laba seperti yang direncanakan. Atas peran
ini, PT bisa menjembatani permasalahan permodalan yang dialami oleh UMKM dengan
mengakses pembiayaan yang tidak mensyaratkan agunan dalam bentuk riel asset.
Nama : Rizal Ridlo Tri Prakoso
Kelas : 3C
NPM :
113080062
Jurnal: PELAKSANAAN STRATEGI
ALIANSI
DALAM BUDAYA PERUSAHAAN YANG BERBEDA
DALAM BUDAYA PERUSAHAAN YANG BERBEDA
Setiap organisasi / perusahaan memiliki budaya sendiri. Budaya organisasi serupa dengan kepribadian seseorang (intangible) tetapi selalu ada, yang memberikan makna, arah dan dasar bertindak. Budaya juga dapat berubah bilamana manajemen senior perusahaan merubah deskripsinya tentang budaya atau mempunyai metode yang berbeda tentang apa yang akan dilakukan organisasi. Perubahan dari manajemen senior itu harus diikuti adanya komitmen baik dari dirinya maupun anggota organisasi. Schein (1995) menyatakan, budaya organisasi itu dapat dianalisis dalam berbagai wujud atau tingkatan, sesuai tingkat kemungkinannya melihat budaya organisasi tertentu.
Tingkatan-tingkatan
itu adalah sbb :
1.
Tingkat teratas, budaya akan berwujud sebagai fenomena yang dapat dilihat,
didengar dan dirasakan ketika seseorang berinteraksi dengan organisasi.
didengar dan dirasakan ketika seseorang berinteraksi dengan organisasi.
2.
Budaya organisasi terdiri dari kepercayaan (beliefs) dan nilai-nilai (values)
Kepercayaan (beliefs-) merupakan asumsi yang dipercayai sebagian anggota
organisasi, tentang peran organisasi itu sendiri dalam lingkungannya dan peran
anggota organisasi dalam orgarisasi.
Kepercayaan (beliefs-) merupakan asumsi yang dipercayai sebagian anggota
organisasi, tentang peran organisasi itu sendiri dalam lingkungannya dan peran
anggota organisasi dalam orgarisasi.
3.
Tingkatan terdalam, budaya organisasi berwujud asumsi-asumsi dasar anggota
organisasi tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan permasalahan dalam
organisasi
Strategi aliansi adalah suatu kegiatan dimana pihak yang berkepentingan memiliki
suatu interest di masa yang akan datang, maka dengan menyumbangkan resource dan competitive advantage yang dimiliki pada hal baru akan menghasilkan suatu nilai baru. Dengan kata lain aliansi adalah suatu kerja sama antar pelaku-pelaku ekonomi, baik dalam Iingkup nasional maupun global, baik antar perusahaan ataupun antar kelompok atau group perusahaan. Tujuan utama dari strategi ini adalah memungkinkan suatu perusahaan/group untuk mencapai tujuan tertentu yang tidak dapat dicapai dengan usaha sendiri. Di dalam suatu aliansi selalu membagi resiko sekaligus keuntungan dengan cara menanggung pengambilan keputusan bersama untuk bidang tertentu. Karena itu tidak seperti pada merger, identitas pelaku aliansi tidak melebur jadi satu, hanya beberapa aktivitas bisnis dari peserta aliansi yang dilibatkan, misalnya dalam bidang R&D, distribusi, pengolahan atau pemasaran. Jadi perusahaan/group tetap terpisah. Oleh karena itu alasan rasional ditempuhnya strategi aliansi adalah memanfaatkan keunggulan suatu perusahaan dan mengkompensasi kelemahannya yang dimiliki partnernya.
organisasi tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan permasalahan dalam
organisasi
Strategi aliansi adalah suatu kegiatan dimana pihak yang berkepentingan memiliki
suatu interest di masa yang akan datang, maka dengan menyumbangkan resource dan competitive advantage yang dimiliki pada hal baru akan menghasilkan suatu nilai baru. Dengan kata lain aliansi adalah suatu kerja sama antar pelaku-pelaku ekonomi, baik dalam Iingkup nasional maupun global, baik antar perusahaan ataupun antar kelompok atau group perusahaan. Tujuan utama dari strategi ini adalah memungkinkan suatu perusahaan/group untuk mencapai tujuan tertentu yang tidak dapat dicapai dengan usaha sendiri. Di dalam suatu aliansi selalu membagi resiko sekaligus keuntungan dengan cara menanggung pengambilan keputusan bersama untuk bidang tertentu. Karena itu tidak seperti pada merger, identitas pelaku aliansi tidak melebur jadi satu, hanya beberapa aktivitas bisnis dari peserta aliansi yang dilibatkan, misalnya dalam bidang R&D, distribusi, pengolahan atau pemasaran. Jadi perusahaan/group tetap terpisah. Oleh karena itu alasan rasional ditempuhnya strategi aliansi adalah memanfaatkan keunggulan suatu perusahaan dan mengkompensasi kelemahannya yang dimiliki partnernya.
Beberapa
fakor yang menjadi pendorong terjadinya Aliansi :
a.Terjadinya perubahan-perubahan mendasar dalam ekonomi global seperti persaingan
yang semakin ketat, perkembangan teknologi yang cepat, meningkatnya biayabiaya (pembangunan, produksi, pemasaran produk baru). b.Tingginya biaya dan resiko untuk membuat jaringan distribusi, logistik, manufaktur dan lain-lain di setiap pasar kunci di dunia apabila ditanggung sendiri (terbatasnya sumber daya sendiri). c.Dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk membangun keahlian karyawan, R&D dan membina hubungan baik dengan pelanggan dan pemasok.
a.Terjadinya perubahan-perubahan mendasar dalam ekonomi global seperti persaingan
yang semakin ketat, perkembangan teknologi yang cepat, meningkatnya biayabiaya (pembangunan, produksi, pemasaran produk baru). b.Tingginya biaya dan resiko untuk membuat jaringan distribusi, logistik, manufaktur dan lain-lain di setiap pasar kunci di dunia apabila ditanggung sendiri (terbatasnya sumber daya sendiri). c.Dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk membangun keahlian karyawan, R&D dan membina hubungan baik dengan pelanggan dan pemasok.
Aliansi yang terbentuk tidak dapat
sepenuhnya dikendalikan oleh sistem formal yang ada, tetapi membutuhkan suatu
jaringan atau hubungan antar manusia yang kokoh dan didukung dengan
infrastruktur internal yang mampu memperkuat proses belajar dari masing-masing
pihak. Karenanya proses aliansi sering terhambat karena adanya perbedaan budaya
antar perusahaan yang beraliansi. Berkaitan dengan corporate culture ada tiga faktor
yang harus dipenuhi agar strategi aliansi berhasil yaitu : pertama,
masing-masing pihak harus mempunyai budaya yang kuat; kedua, agar bisa
membangun corporate image satu sama lain harus saling mengisi dan
ketiga, berkaitan dengan core competence, dimana perusahaan mengarahkan
penguasaannya kepada hal-hal yang bersifat keunggulan kompetitif, maka budaya
harus dipersatukan. Selain hal-hal di atas, efektivitas strategi aliansi juga
hanya bisa dicapai dengan pengurangan konsentrasi kekuatan dan keseimbangan
manajerial. Strategi aliansi memiliki beberapa keuntungan dan kelemahan, yaitu
:
-
Sinergi, terjadi sebagai hasil penggabungan kekuatan-kekuatan dari
masing-masing perusahaan.
-
Mempercepat sistem operasi, terutama bagi perusahaan kecil bergabung dengan
perusahaan
besar.
-
Resiko yang ditanggung secara bersama.
-
Transfer teknologi diantara perusahaan.
-
Memasuki pasar perusahaan lain tanpa perlu mengeluarkan banyak biaya untuk
bersaing
-Memperluas
jangkauan pasar dengan saluran distribusi yang baru.
- Memudahkan penyesuaian terhadap perubahan teknologi baru.
- Memudahkan penyesuaian terhadap perubahan teknologi baru.
Kelemahan strategi aliansi ( biasanya karena kesalahan manajemen) yang sering terjadi :
- Aset / milik
perusahaan dipergunakan oleh perusahaan rekan untuk kepentingan
perusahaannya sendiri, karena perusahaan tidak menjaga dengan baik.
- Ada pihak yang tidak mau tau tentang masalah operasi padahal efektivitas operasi
kegiatan aliansi tergantung pada manajer operasional, yang lebih parah jika CEO
tidak nnengetahui bagaimana proses operasional dari suatu aliansi.
- Sulit menemukan rekan usaha yang paling sesuai dan dapat dipercaya.
perusahaannya sendiri, karena perusahaan tidak menjaga dengan baik.
- Ada pihak yang tidak mau tau tentang masalah operasi padahal efektivitas operasi
kegiatan aliansi tergantung pada manajer operasional, yang lebih parah jika CEO
tidak nnengetahui bagaimana proses operasional dari suatu aliansi.
- Sulit menemukan rekan usaha yang paling sesuai dan dapat dipercaya.
PPA Adalah sebuah model dalam membentuk
suatu aliansi, bahwa untuk membangun suatu aliansi melalui tahap-tahap seperti
: 1) Identifikasi misi dan tujuan perusahaan dalam mempersiapkan suatu strategi
yang tepat. 2) Mencari dan menemukan rekan yang sesuai dengan visi, misi dan
tujuan perusahaan. 3) Melakukan negoisasi, dalam hal ini mengemukakan rencana
dan harapan yang ingin dicapai dalam aliansi.
Nama : Monica Intania
Kelas : 3D
NPM : 113080090
Jurnal
: Masalah Budaya Dalam Proyek International Joint Venture
Proses untuk merealisasikan proyek
infrastruktur berskala besar memerlukan keahlian tinggi, peralatan, SDM yang
berkualitas serta biaya tinggi di Indonesia sering dilaksanakan oleh kontraktor
dari dalam dan luar negeri yang disebut International Joint Operation.
Kontribusi sumber daya pada joint operation dari perusahaan yang bergabung
antara lain mengkombinasikan sumber daya ekonomi, keterampilan dan pengetahuan
yang diperlukan masing-masing perusahaan (Andrew et al.2006). Untuk
proyek-proyek konstruksi di negara
berkembang sangat berbeda dengan di negara maju. Perbedaan utamanya
antara lain faktor sosial-budaya.
Menurut Ozorhon (2008), perbedaan budaya disebabkan masing-masing pihak akan
membawa budaya masing-masing perusahaan dan hal itu akan menimbulkan kesulitan
serta konflik bagi pihak-pihak yang bermitra. Perbedaan nilai-nilai budaya ini,
pada gilirannya akan menyulitkan IJO bagi pihak yang bermitra untuk menyepakati
tujuan bersama, pemecahan masalah dan resolusi konflik dibandingkan jika mereka
datang dari negara yang sama. Perbedaan budaya antara kontraktor asing dan
domestik merupakan masalah besar dalam proyek IJO dan sangat mungkin memberikan
dampak pada hubungan kerja dalam IJO dari pihak yang bermitra. Faktor masalah
yang terkait dengan budaya seharusnya menjadi perhatian khusus sehingga
hubungan kerja yang baik antara mitra dapat mencapai tujuan proyek IJO.
Internasional
Joint Operation Dan Masalah Budaya
Menurut Parker et al (1984), joint
venture merupakan sebuah kemitraan dari dua kontraktor atau lebih yang
bekerjasama untuk menawarkan sebuah pekerjaan konstruksi particular. Joint
Venture dibentuk hanya untuk satu pekerjaan dan dibubarkan setelah pekerjaan
tersebut selesai. Namun, berbeda dengan yang berlaku di Indonesia menurut LPJK
(2008), bahwa pengertian joint venture adalah untuk mengerjakan bisa lebih dari
satu proyek yang bersifat jangka panjang dan membentuk satu badan usaha baru
oleh dua atau lebih badan usaha/kontraktor.Sementara untuk mengerjakan satu
proyek yang sifatnya sementara adalah bentuk joint operation seperti penerapan
di negara luar Indonesia yang dikenal dengan istilah joint venture. Joint
operation adalah usaha gabungan yang bersifat sementara antara satu atau
beberapa badan usaha baik nasional dengan nasional maupun nasional dengan asing
yang dinyatakan dalam operasi kerjasama operasi (Joint Operation Agreement)
yang menetapkan hak dan kewajiban masing-masing. Bagi kontraktor asing yang
akan mengerjakan proyek di Indonesia merupakan kewajiban untuk menggandeng
kontraktor lokal dan membentuk
perjanjian operasi bersama yang dikenal dengan nama International Joint
Operation sama seperti yang berlaku di negara asing yang memakai istilah
International Joint Venture. International Joint Venture (IJV) adalah suatu
joint venture yang melibatkan dua organisasi
yang mengkontribusikan ekuitas dan sumber daya mereka dan sedikitnya
satu mitra memiliki kantor pusat di luar negara dimana joint venture
international tersebut beroperasi (Ozorhon et al. 2007). Perusahaan konstruksi
diberbagai negara, untuk melakukan ekspansi ke berbagai negara luar menggunakan
international joint venture untuk memasuki pasar konstruksi baru di seluruh
dunia terutama di negara berkembang (Lim dan Liu, 2001)
Masalah
Budaya
Menurut Ozorhon (2008), budaya menjadi
faktor penting bagi usaha bersama karena budaya dilihat sebagai salah satu
faktor utama kegagalan dari usaha patungan. Pada penelitian yang dilakukan antara
negara Asia dan Amerika kurangnya saling melengkapi antara mitra adalah
merupakan faktor yang paling penting dari kegagalan joint venture. Ozorhon
(2008) menegaskan kurangnya saling melengkapi disebabkan oleh kegagalan untuk
memahami bagaimana asumsi budaya mempengaruhi perkembangan perusahaan patungan.
Budaya akan mempengaruhi hubungan antara pihak yang bermitra di IJO. Simon dan
Lane (2004) menyatakan bahwa budaya dapat dibedakan dalam tiga kategori besar
yaitu: 1) budaya nasional, adalah budaya suatu negara tentang bagaimana
melakukan sesuatu dan mengadakan sesuatu oleh seseorang warga negara. Perbedaan
budaya tiap negara nyata pada bidang ekonomi, sifat politik dan sistem
pendidikan. Perbedaan budaya nasional akan berpengaruh pada budaya organisasi
dan berpengaruh pada budaya karyawan: 2) budaya organisasi, adalah adaptasi
sosial, nilai-nilai sosial dan norma seperti tradisi, kebiasaan yang diyakini
siatu organisasi. Perbedaan organisasi akan berpengaruh pada keinginan untuk
saling melengkapi kelebihan dan kekurangan masing-masing dan mempengaruhi
kegiatan-kegiatan yang bernilai; 3) budaya profesional, adalah berkembang
melalui keadaan sosial yang diterima seseorang dalam pelayanan, pendidikan dan
kursus. Perbedan ini sering menghambat kerjasama internasional karena :
1) masing-masing individu gagal untuk
menyatukan basic ilmu masing-masing;
2) masing-masing individu gagal
mengkomunikasikan dengan baik ilmu mereka kepada professional ilmu yang lain.
Berbagai masalah budaya
yang mungkin menimbulkan kerugian akibat latar belakang budaya yang berbeda
antara lain budaya sosial, adaptasi dan lainnya akan sangat berpengaruh bagi
kontraktor yang melakukan proyek IJO karena aliansi ini melibatkan pihak asing
dan pihak domestik. Perbedaan budaya yang berasal dari budaya nasional akan
menghambat kemampuan karyawan mitra IJV untuk berinteraksi secara efektif
(Sirmon dan Lane, 2004). Tidak adanya interaksi yang efektif dari karyawan akan
mempengaruhi hubungan baik antara karyawan mitra dalam IJO sehingga menimbulkan
peluang kerugian bagi kontraktor dalam mencapai tujuan proyek. Keberhasilan
para mitra yang bekerja sama pada satu satu proyek dalam menyikapi masalah
budaya dicerminkan oleh hubungan yang baik dari semua karyawan IJO. Ozorhon et
al. (2008) mengemukan bahwa ada 6 faktor yang berkontribusi besar di dalam
menghasilkan hubungan yang baik di
antara para mitra yang terlibat di dalam IJV adalah : komitmen, komunikasi,
kooperasi, operasi yang pernah dilakukan bersama sebelumnya dan kepercayaan.
Nama : Zahra EL Wardah
Kelas : 3D
NPM : 113080091
ANALISIS
EFISIENSI RELATIF PERBANKAN CAMPURAN (JOINT
VENTURE BANKS) DI INDONESIA TAHUN 2007 – 2010 DENGAN METODE DATA EVELOPMENT ANALYSIS (DEA)
Dian Pramana, Nugroho SBM
ABSTRACT
Bank
merupakan perusahaan yang menyediakan jasa keuangan bagi seluruh lapisan
masyarakat. Tetapi usaha perbankan sendiri juga tidak bisa dilepaskan dari
berbagai macam resiko dalam menjalankan operasinya. Untuk meminimumkan tingkat
resiko maka perbankan perlu bertindak rasional dalam arti memperhatikan masalah
efisiensi.
Terdapat
dua analisis yang digunakan untuk mengukur efisiensi yakni pendekatan
parametrik dan pendekatan non-parametrik (Data
Envlopment Analysis). DEA dapat mengidentifikasi inputdan ouput suatu bank
yang digunakan sebagai referensi yang dapat membantu untuk mencari penyebab dan
jalan keluar dari ketidakefisienan, yang merupakan keuntungan utama dalam
aplikasi manajerial, oleh karena itu analisis DEA lebih baik dilakukan untuk
mengukur efisiensi perbankan daripada metode analisis lainnya.
Jika dilihat dari indikator kinerja
tahun 2007 sampai tahun 2010, kinerja perbankan campuran (Joint Venture Banks) yang paling tidak efisien jika dibandingkan
dengan perbankan umum lainnya di Indonesia. Tujuan dilakukan penelitian ini
untuk menganalisis dan membandingkan nilai – nilai efisiensi dari perbankan
campuran (Joint Venture Banks) di
Indonesia tahun 2007 – 2010.
KERANGKA
PEMIKIRAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
Kerangka Pemikiran
INPUT OUTPUT
ü Beban
Tenaga Kerja *
Total Pinjaman yang diberikan (kredit)
ü
Aset
Tetap *
Kas
ü Jumlah
simpanan *
Pendapatan Operasional Lain
ü Beban umum * Jumlah Surat Berharga
Efisiensi Perbankan Campuran
(Joint
Venture Banks) di Indonesia
Alat
Analisis DEA
Nilai Efisiensi Perbankan Campuran
Di
Indonesia
Kerangka
pemikiran di atas menggambarkan bagaimana penggunaan input untuk menghasilkan output
apkah sudah efisien, untuk menganalisis nilai efisiensi digunakan alat
analisis non-parametrik Data Evelopment
Analysis (DEA). Diajukan hipotesis sebagai berikut: perbankan campuran di
Indonesia belum semuanya efisien dengan tingkat nilai efisiensi yang berbeda.
METODE
PENELITIAN
Metode pemilihan sampel
yang digunakan dalah metode purposive
sampling. Penggunaan metode purposive
sampling didasarkan pada keunggulan yang dapat diperoleh dari metode
tersebut yaitu mengurangi biaya pemilahan sampel, jenis – jenis penelitian
tertentu merupakan cara yang tepat dan dapat meningkatkan kemampuan
menggeneralisasi hasil ke jenis unsur populasi tertentu.
Metode analisis data
yang digunakan dalam penelitian ini yakni menggunakan Data Envlopment Analysis (DEA). Angka efisiensi ini memungkinkan
untuk mengenali UKE (Unit Kegiatan
Ekonomi) yang paling membutuhkan perhatian dan merencanakan tindakan perbaikan
bagi UKE yang belum efisien dalam operasionalnya.
Sebagai contoh terdapat
N setiap UKE dalam Industri perbankan, setiap UKE menggunakan m jenis input dan menghasilkan n jenis output. Misal Xij > 0 merupakan
jumlah input i yang digunakan UKEj ;
misalkan Yrj > 0 merupakan jumlah output
r yang dihasilkan UKEj. Variabel keputusan dari kasus tersebut adalah bobot
yang harus diberikan pada setiap input dan ouput
dari UKE k. Misalkan Vik adalah bobot yang diberikan pada input i oleh UKE
k, dan Urk merupakan keputusan, yaitu variabel yang nilainya akan ditentukan
melalui program linier dan kemudian memformulasikan sejumlah n program linier,
suatu formulasi untuk setiap UKE di dalam sampel. Fungsi tujuan dari setiap
program linier tersebut adalah rasio tertimbang total dari UKE k dibagi dengan input tertimbang totalnya.
HASIL
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan dari hasil perhitungan
denngan DEA, diperoleh hasil yang dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1
Hasil Analisis DEA
Nama
Bank
|
Efficiency (%) dalam tahun
|
|||
2007
|
2008
|
2009
|
2010
|
|
PT ANZ Panin Bank
|
99,82
|
53,6
|
100
|
59,67
|
PT Bank Commonwealth
|
100
|
51,8
|
79,82
|
100
|
PT Bank Capital Indonesia
|
74,29
|
66,76
|
100
|
100
|
PT Bank DBS Indonesia
|
90,64
|
67,81
|
100
|
100
|
PT Bank OCBC Indonesia
|
100
|
64,18
|
69,63
|
100
|
PT Bank Agris
|
100
|
71,18
|
100
|
100
|
PT Bank Resona Perdania
|
100
|
100
|
100
|
96,71
|
Sumber : data sekunder, diolah dari
hasil analisis DEA
Dari tabel 1 memperlihatkan nilai
efisien untuk perbankan campuran di Indonesia yang belum efisien pada tahun
2007 sampai 2010. Diketahui pada tahun 2008 jumlah bank yang tidak efesien
paling besar, hal ini dikarenakan inflasi yang cukup tinggi di negara Indonesia
pada saat itu. Pada tahun 2007 inflasi di Indonesia mencapai 6,59% kemudian
tahun 2008 meningkat menjadi 11,06%, pada tahun 2009 inflasi menurun menjadi
2,78%, dan pada tahun 2010 meningkat kembali menjadi 6,96%. Salah satu penyebab
terjadinya inflasi yakni banyaknya uang yang beredar di masyarakat, yang
berdampak kenaikan harga barang dan jasa secara umum, kenaikan ini juga
mempengaruhi peningkatan biaya produksi seperti biaya untuk tenaga kerja.
Kemudian meningkatnya harga minyak dunia pada tahun 2008, peningkatan harga
minyak ini juga mengakibatkan melambungnya biaya untuk sumber energi seperti listrik
dan gas yang merupakan biaya produksi suatu perusahaan.
KESIMPULAN
DAN KETERBATASAN
Kesimpulan yang dapat ditarik dari
penelitian ini adlah, pada tahun 2007 diketahui terdapat tiga bank yang belum
efisien yakni PT ANZ Panin Bank, Bank Capital Indonesia, dan Bank DBS
Indonesia. Pada tahun 2008 terdapat enam bank yang belum efisien yakni PT ANZ
Panin Bank, PT Bank Commonwealth, PT Bank Capital Indonesia, PT Bank DBS
Indonesia, PT Bank OCBC Indonesia, dan PT Bank Agris. Pada tahun 2009 terdapat
dua bank yang belum efisien yakni PT Bank Commonwealth dan PT Bank OCBC
Indonesia. Pada tahun 2010 juga terdapat dua bank yang belum efisien yakni PT
ANZ Panin Bank dan PT Bank Resonia Perdania.
Keterbatasan dalam penelitian ini yakni,
penggunaan analisi efisiensi dengan DEA berasumsi CRS (Constant Return to Scale), yang menyatakan bahwa perubahan
proporsional pada semua tingkat input akan
menghasilkan perubahan tingkat proporsional yang sama pada semua perubahan
tingkat output. Asumsi Constant Return to Scale (CRS)
menyatakan bahwa skala produksi tidak mempengaruhi efisiensi. Memperhatikan
bahwa teknologi dapat juga membawa Variabel
Return to Scale (VRS), membuka kemungkinan bahwa skala produksi
mempengaruhi efisiensi. Keterbatasan pada DEA itu sendiri yaitu : bersifat sample spesific (DEA) berasumsi bahwa
setiap input dan ouput identik dengna unit lain dalam tipe yang sama), keslahan
pengukuran dapat bersifat fatal, hamya mengukur produktivitas relatif dari UKE
bukan produktivitas absolut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar