Selasa, 07 Juni 2016

MAKALAH JOINT VENTURE



KATA PENGANTAR

 


Puji dan Syukur kami Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul JOINT VENTURE”.
Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah ini ataupun selanjutnya. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian.




Cirebon ,  Januari 2016



Penyusun


JOINT VENTURE
(Usaha Gabungan)

ABSTRACT

Through the Joint Venture is expected to encourage the participation of public and business community to improve the transfer of technology , managerial skills , and capital in the world pardagangan increasingly able to increase the growth and expansion of economic activity in various areas. The parties are participants in cooperation patunngan Indonesia (Indonesian participant) and foreign participants (Foreign Participant) .
The purpose of writing this research is to find out what the Joint Venture . In addition to knowing this, this paper contains about how the distribution of profit in Joint Venture Agreement as well as the development of the company after the Joint Venture . In this paper the authors also cite the example of companies that do a Joint Venture . Given this research , the reader is expected to increase knowledge about the Joint Venture . In addition, the company is expected to implement policies Joint Venture with even better in the future.

Keywords : Joint Venture , Joint Venture Profit , Corporate Developments


ABSTRAK
Melalui Joint Venture diharapkan bisa mendorong partisipasi masyarakat dan dunia usaha dalam meningkatkan alih teknologi, kemampuan managerial, dan modal dalam pardagangan dunia semakin mampu meningkatkan pertumbuhan dan perluasan kegiatan ekonomi di berbagai daerah. Para pihak dalam kerjasama patungan ialah peserta Indonesia (Indonesian participant) dan peserta asing (Foreign Participant).
Tujuan penulisan penelitian ini adalah untuk mengetahui apa itu Joint Venture. Selain mengetahui hal tersebut, makalah ini memuat tentang bagaimana pembagian laba dalam perjanjian Joint Venture serta perkembangan perusahaan setelah melakukan Joint Venture. Dalam makalah ini juga penulis memberikan contoh kasus perusahaan yang melakukan Joint Venture. Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat menambah pengetahuan pembaca tentang Joint Venture. Selain itu, diharapkan perusahaan dapat menerapkan kebijakan Joint Venture dengan lebih baik lagi di masa yang akan datang.

Kata Kunci : Joint Venture, Laba Joint Venture, Perkembangan Perusahaan




                                                                                              
                                                                                              










                                                                                               
                                                                                               




BAB I

PENDAHULUAN



Tidak semua kegiatan usaha bisa dilakukan sendiri, karena berbagai alasan, baik alasan  teknis produksi, alasan penguasaan pasar, maupun semata-mata alasan keuangan. Maka beberapa orang atau beberapa pihak bersama-sama mendirikan satu perusahaan, baik dengan pihak-pihak dalam satu negara bahkan lintas negara. Pada era globalisasi seperti sekarang, sudah biasa melihat perusahaan patungan dengan pemegang saham yang berasal dari banyak negara. Karena itu sudah menjadi makin susah untuk menyebut negara asal mana yang mendominasi satu perusahaan.
Usaha patungan atau yang biasa disebut  Joint Venture merupakan suatu pengertian yang luas. Dia tidak saja mencakup suatu kerja sama dimana masing-masing pihak melakukan penyertaan modal (equity joint ventures) tetapi juga bentuk-bentuk kerjasama lainnya yang lebih longgar, kurang permanen sifatnya serta tidak harus melibatkan partisipasi modal. Yang pertama mengarah pada terbentuknya suatu badan hukum, sedangkan pola yang kedua perwujudannya tampak dalam berbagai bentuk kontrak kerjasama (contractual joint ventures) dalam bidang manajemen (management contract),  pemberian lisensi (license agreement), bantuan teknik dan keahlian(technical assistance and know-how agreement), dan sebagainya. Dengan  joint venture diharapkan dapat menghimpun sinergi dari berbagai pihak, khususnya pihak yang menguasai pasar dan pihak yang menguasai teknologi produksi.
Setiap negara selalu berusaha meningkatkan pembangunan, kesejahteraan dankemakmuran rakyatnya. Usaha tersebut dilakukan dengan berbagai cara yang berbeda antara satu negara dengan negara lainnya. Salah satu usaha yang selalu dilakukan oleh negara adalah menarik sebanyak mungkin investasi asing masuk ke negaranya. Menarik investasi masuk sebanyak mungkin ke dalam suatu negara didasarkan pada suatu mitos yang menyatakan bahwa untuk menjadi suatu negara yang makmur, pembangunan nasional harus diarahkan ke bidang industri. Untuk mengarah kesana, sejak awal negara-negara tersebut dihadapkan kepada permasalahan minimnya modal dan teknologi yang merupakan elemen dasar dalam menuju industrialisasi. Jalan yang ditempuh untuk mengatasi masalah tersebut adalah mengundang masuknya modal asing dari negara-negara maju ke dalam negeri. Masuknya modal asing bagi perekonomian Indonesia merupakan tuntutan keadaan baik ekonomi maupun politik Indonesia. Alternatif Penghimpunan dana pembagunan perekonomian Indonesia melalui investasi modal secara langsung jauh lebih baik dibandingkan dengan penarikan dana international lainnya seperti pinjaman luar negeri. Penanaman modal harusmenjadi bagian dari penyelengaraan perekonomian nasional dan ditempatkan sebagai upayauntuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional, mewujudkan kesejahteraan masyarakat dalam suatu sistem perekonomian yang berdayasaing. Modal asing yang dibawa oleh investor merupakan hal yang sangat penting sebagai alatuntuk mengintegrasikan ekonomi global. Selain itu, kegiatan investasi akan memberikan dampak  positif bagi negara penerima modal, seperti mendorong pertumbuhan bisnis, adanya supply teknologi dari investor baik dalam bentuk proses produksi maupun teknologi permesinan, danmenciptakan lapangan kerja. Penanaman modal asing merupakan salah satu bentuk utamatransaksi bisnis internasional, di banyak negara, peraturan pemerintah tentang penanaman modal asing mensyaratkan adanya joint venture, yaitu ketentuan bahwa penanaman modal asing harus membentuk joint venture dengan perusahaan lokal untuk melaksanakan kegiatan ekonomi yang mereka inginkan. Dibukanya peluang bagi investor asing untuk menanamkan modalnya diIndonesia, maka dengan sendirinya dibutuhkan perangkat hukum untuk mengatur pelaksanaannya, agar investasi yang diharapkan memberikan keuntungan yang besar dan meningkatkan perekonomian Indonesia. Sejarah Orde Baru selama periode 1966 - 1997 telah membuktikan betapa pentingnya peran investasi langsung khususnya asing (Penanaman Modal asing) sebagai salah satu motor  penggerak pembangunan dan salah satu sumber pertumbuhan ekonomi negara Indonesia. Mengadakan joint venture agreement merupakan langkah awal dalam membentuk perusahaan joint venture. Dimana di dalam perjanjian joint venture agreement berisikan kesepakatan para pihak tentang kepemilikan modal, saham, peningkatan kepemilikan saham penyertaan, keuangan, kepengurusan, teknologi dan tenaga ahli, penyelesaian sengketa yang mungkin akanterjadi, dan berakhirnya perjanjian joint venture pengusaha asing dan pengusaha lokal membentuk suatu perusahaan baru yang disebut perusahaan joint venture di mana mereka menjadi pemegang saham yang besarnya sesuai dengan kesepakatan bersama.

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat diidentifikasi beberapa masalah, diantaranya :
1.      Masuknya modal asing bagi perekonomian Indonesia merupakan tuntutan keadaan baik ekonomi maupun politik Indonesia.
2.      Sering kali pembagian laba yang tidak merata dalam melakukan joint venture
3.      Banyaknya investor asing yang ingin bekerja sama dengan perusahaan indonesia, maka dari itu kita harus mengetahui apa saja kelebihan dan kelemahan usaha joint venture.
4.      Beberapa perusahaan ingin melakukan joint venture, maka dari itu kita harus mengetahui apa alasa perusahaan tersebut melakukan joint venture.
5.      Beberapa perusahaan sering kali gagal dalam melakukan joint venture, namun tidak sedikit perusahaan yang sudah terbukti perkembangannya ketika melakukan joint venture.



Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, ada beberapa hal yang harus dibahas, diantaranya : Pengertian joint venture itu sendiri, kekurangan dan kelebihan joint venture, perjanjian joint venture, pembagian laba dalam joint venture, faktor-faktor dalam joint venture, dan contoh perusahaan yang berkembang dengan melakukan joint venture. Maka penulisan makalah ini kami batasi pada pembagian laba dalam perjanjian joint venture, faktor-faktor apa saja yang menyebabkan perusahaan melakukan joint venture, dan bagaimana perkembangan perusahaan setelah melakukan joint venture disertakan kasusnya.

Dari batasan masalah yang ada, maka dapat dirumuskan masalah
penelitian. Yaitu sebagai berikut :
1.      Bagaimana pembagian laba dalam perjanjian joint venture ?
2.      Apa faktor yang menyebabkan perusahaan melakukan joint venture ?
3.      Bagaimana perkembangan perusahaan setelah melakukan joint venture ?

1.      Pembaca dapat mengetahui pembagian laba dalam perjanjian joint venture
2.      Pembaca mengetahui faktor apa saja yang menyebabkan suatu perusahaan melakukan joint venture
3.      Pembaca dapat mengetahui bagaimana perkembangan suatu perusahaan setelah melakukan joint venture



BAB II

TINJAUAN PUSTAKA



Peter Mahmud mengemukakan bahwa kontrak joint venture adalahsuatu kontrak antara dua perusahaan untuk membentuk suatu perusahaan joint venture.” (Peter Mahmud, 2000:10).
Erman Rajagukguk dkk. Mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan joint venture agreement adalah “suatu kerja sama antara pemilik modal asing dengan pemilik modal nasional berdasarkan suatu perjanjian (kontraktual)” (Erman Rajagukuguk, dkk: 1995:200).
Joint venture secara umum dapat diartikan sebagai suatu persetujuan antara dua pihak atau lebih, untuk melakukan kerjasama dalam suatu kegiatan. Persetujuan yang dimaksud adalah kesepakatan yang didasari atas suatu perjanjian yang harus tetap berpedoman kepada syarat sahnya suatu perjanjian yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
Joint venture adalah kerjasama beberapa pihak untuk menyelenggarakan usaha bersama dalam jangka waktu tertentu. Biasanya kerjasama berakhir setelah tujuan tercapai atau pekerjaan selesai. Perbedaan antara joint venture dengan persekutuan firma (CV) adalah umur joint venture jauh lebih pendek dari pada umur persekutuan yang biasa.
Anggota joint venture disebut venture / partner / sekutu. Sekutu bisa perseorangan, persekutuan (firma atau CV), dan bisa pula perseroan terbatas (PT). Pada umumnya, semua sekutu ikut mengelola jalannya perusahaan. Salah satunya sebagai managing partner atau sekutu pemimpin.

a) Merupakan perusahaan baru yang didirikan bersama oleh beberapa perusahaan.
b) Modal terdiri dari pengetahuan dan modal yang disediakan para pendiri.
c) Joint venture antara perusahaan asing dengan modal nasional harus berbentuk Perseroan Terbatas.

1.      Pasal 23 UU Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing
2.      PP Nomor 17 Tahun 1992. PP Nomor 7 Tahun 1993 tentang Pemilik Saham Perusahaan Penanaman Modal Asing
3.      PP Nomor 20 Tahun 1994 tentang Pemilikan Saham dalam Perusahaan yang Didirikan dalam Rangka Penanaman Modal Asing
4.      SK Menteri Negara Penggerak Dana Investasi/Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor: 15/SK/1994 tentang Ketentuan Pelaksanaan Pemilikan Saham dalam Perusahaan yang Didirikan dalam Rangka Penanaman Modal asing.

1.      Joint Venture domestic
2.      Joint Venture internasional
Menurut pasal 8 ayat (1) SK Menteri Negara Penggerak Dana Investasi/Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor: 15/SK/1994 tentang Ketentuan Pelaksanaan Pemilikan Saham dalam Perusahaan yang Didirikan dalam Rangka Penanaman Modal Asing, bidang usaha yang wajib mendirikan perusahaan Joint Venture adalah :
1.      Pelabuhan
2.      Produksi, transmisi dan distribusi tenaga listrik untuk umum
3.      Telekomunikasi
4.      Pelayanan
5.      Penerbangan
6.      Air minum
7.      Kereta api umum
8.      Pembengkit tenaga atom
9.      Mass media
Faktor PMA wajib mengadakan usaha patungan (Joint Venture) dengan perusahaan domestic adalah kerena usaha-usaha tersebut tergolong penting bagi Negara dan menguasai hajat hidup orang banyak. Sedangkan yang dilarang untuk penanaman modal asing adalah bidang-bidang yang berkaitan dengan pertahanan Negara, sperti produksi senjata, mesiu, alat-alat peledaj dan peralatan perang.

Menurut Raaymakers, manfaat dari kontrak Joint Venture :
1)      Pembetasan resiko
2)      Pembiayaan
3)      Menghemat tenaga
4)      Rentabilitas
5)      Kemungkinan optimasi know-how
6)      Kemungkinan pembetasan kongkurensi (saling ketergantungan)

Menurut Raaysmaker, unusr-unsur pokok yang perlu termuat dalam kontrak Joint Venture :
1.      Uraian tenteng pihak-pihak di dalam kontrak
2.      Pertimbangan atau konsiderans
3.      Uraian tentang tujuan
4.      Waktu
5.      Ketentuan-ketantuan perselisihan
6.      Organisasi dari kerjasama
7.      Pembiayaan
8.      Dasar penilaian
9.      Hubungan khusu antara partner dan perusahaan Joint Venture
10.  Peralihan saham
11.  Bentuk hukum dan pilihan hokum
12.  Pemasukan oleh partner
Para pihak yang terkait dalam kontrak ini adalah perusahaan penanaman modal asig (PMA) dengar warga Negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia. Badan hukum Indinesia ini terdiri dari Bdan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Koperasi, perusahaan PMA, perusahaan PMDN, perusahaan Non-PMA/PMDN.
Objek dari kontrak Joint Venture adalah adanya kerjasama patungan antara perusahaan penanaman modal asing (PMA) dengan warga Negara Indonesia dan/atau bahan hukum Indonesia.

Ditentukan oleh para pihak, yang dituangkan dalam kontrak Joint Venture. Berdasarkan hasil kajian, angka waktu yang ditentukan adalah selama 20 tahun dan dapat diperpanjang. Dalam PP Nomor 20 Tahun 1994, penanaman modal asing diberikan izin usaha untuk jagka waktu 30 tahun terhitung sejak perusahaan berproduksi komersial.
Penyelesaian Sengketa : Hukum yang digunakan dalam kontrak Joint Venture adalah hukum Indonesia. Sedangkan penyelesaian sengketa yang tidak dapat diselesaikan oleh para pihak, maka harus tunduk pada ketentuan International Chambers of Commerce (ICC).

2.9  Keuntungan dan Kelemahan Joint Venture :
2.9.1        Keuntungan
a.       Kekuasaan dan hal suara didasarkan pada banyaknya saham yang ditanam oleh masing – masing Perusahaan Pendiri.
b.      Perusahan Join Venture tetap memiliki eksistensi dan kebebasan masing – masing.
c.       Dapat memanfaatkan skala ekonomi dan spesialisasi.



2.9.2        Kelemahan
a.       Tanggung jawab terhadap semua resiko dibagi antar masing-masing patner.
b.      Resiko rahasia tersebar lebih besar
c.       Resiko tertipu oleh partner usaha lebih besar
d.      Hutang peerusahaan menjadi tanggung jawab bersama, dan seluruh harta jadi jaminannya


BAB III

PEMBAHASAN MASALAH



Seperti halnya persekutuan, maka laba joint venture juga hak para anggota. Oleh karana itu, laba joint venture akan dibagikan kepada para sekutu. Cara (metode) pembagian labanya juga akan diatur di dalam perjanjian. Metode pembagian laba yang dipakai juga sama dengan metode pembagian laba persekutuan, yaitu :
·         Laba dibagi sama,
·         Laba di bagi dengan ratio tertentu,
·         Laba dibagi sesuai dengan ratio modal, yaitu :
1.      Modal mula-mula
2.      Modal awal periode
3.      Modal akhir periode
4.       Modal rata-rata.
·         Laba dibagi dengan memperhitungkan bunga modal dan sisanya dibagi menurut cara a, b atau c.
·         Laba dibagi dengan memperhitungkan gaji dan bonus dan sisanya dibagi menurut cara a, b atau c.
·         Laba dibagi dengan memperhitungkan bunga modal, gaji serta bonus dan sisanya dibagi menurut cara a, b atau c.

Dalam hubungannya dengan joint venture yang belum selesai, timbul masalah akuntansi, yaitu mengenai pengakuan laba atau rugi joint venture yaitu apakah perlu mengakui rugi - laba atas joint venture yang belum selesai. Perlu tidaknya mengakui rugi - laba joint venture yang belum selesai harus memperhatikan prinsip-prinsip yang mendasari pengakuan rugi laba (pendapatan dan biaya).
Dalam hal anggota joint venture mengakui laba atas joint venture yang belum selesai ini menimbulkan 2 masalah, yaitu penentuan besarnya laba atau rugi yang diakui dan pencatatannya akan tergantung pada metode akuntansi yang digunakan.
A.     Metode Akuntansi Terpisah
Apabila joint venture menyelenggarakan akuntansi dengan metode ini maka besarnya laba adalah selisih antara pendapatan dan biaya. Apabila diperlukan maka untuk menghitung laba atau rugi tersebut diperlukan penyesuaian. Laba atau rugi tersebut akan dibagi sesuai dengan rasio atau metode pembagian laba yang disepakati. Dengan metode ini maka masing-masing sekutu hanya akan mencatat bagian laba atau rugi yang menjadi haknya.
B.     Metode Akuntansi Tidak Terpisah
Apabila joint venture menggunakan metode akuntansi tidak terpisah maka besarnya laba / rugi dapat diketahui dari saldo rekening joint venture, yaitu :
a.       Laba, apabila rekening Joint venture bersaldo kredit
b.      Rugi, apabila rekening Joint venture bersaldo debit.
Seperti yang dijelaskan bahwa joint Venture hanya bisa dihitung laba / ruginya apabila telah berakhir usaha yang menjadi obyeknya maka dalam pembukuan ini mengalami hal - hal yang perlu dilakukan karena pembukuan secara tidak terpisah sedikit berbeda dari pembukuan secara terpisah, yang membedakan adalah hak - hak para anggota di dalam joint venture dapat ditentukan pada setiap saat yang menyangkut aktivitas joint venture.
Hak-hak para anggota adalah selisih antara jumlah komutatif semua rekening yang mempunyai saldo debit dengan jumlah komulatif semua rekening yang mempunyai saldo kredit dari pembukuan yang diselenggarakan oleh anggota yang bersangkutan.
Rekening - rekening dengan saldo debet menunjukkan aktiva joint venture (termasuk biaya yang dibayar dimuka). Sedangkan rekening -rekening yang mempunyai saldo kredit adalah rekening yang menunjukkan kewajiban - kewajiban joint venture kepada pihak ketiga dan hak - hak anggota di dalam joint venture.

1.      Faktor Internal :
·         Membangun kekuatan perusahaan
·         Menyebarkan biaya dan resiko
·         Menambah akses ke sumber daya keuangan
·         Ekonomi skala dan keuntungan kekuatan
·         Akses ke teknologi danpelanggan baru
·         Akses ke praktek manajer inovatif
2.      Tujuan Persaingan
·         Mempengaruhi evolusi struktural industri
·         Kompetisi sebelum selesai
·         Penciptaan unit kompetisi yang kuat
·         Kecepatan Pasar 
3.      Tujuan Strategi
·         Sinergi
·         Transfer teknologi / kecakapan
·         Diversifikasi

Pada saat krisis moneter 1998, bisnis Grup Salim (PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk) jatuh. Anthoni, pimpinan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk juga harus menyerahkan sekitar 108 perusahaan kepada pemerintah guna membayar utang Rp52,7 triliun.Namun, mesin uang “Indofood” tidak termasuk yang diserahkan ke Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
PT. Nestle Indofood Citarasa Indonesia (NICI) didirikan pada tanggal 31 Maret 2005, dan mulai beroperasi pada tanggal 1 April 2005. Pada mulanya PT. Indofood Sukses Makmur Tbk (INDOFOOD) dan Nestlé S.A. (NESTLÉ), Switzerland mendirikan usaha yang bergerak di bidang manufaktur, penjualan, pemasaran, dan distribusi produk kuliner di Indonesia dan juga untuk penjualan ekspor. Adapun nama perusahaan patungan baru tersebut adalah “PT NESTLÉ INDOFOOD CITARASA INDONESIA”, dengan kepemilikan saham oleh INDOFOOD dan NESTLÉ, masing-masing sebesar 50%.
Bangkrutnya produk indofood disebabkan oleh krisis moneter. Sehingga indofood kemudian menjalin kerjasama dengan produk nestle. Dalam kerjasama antara indofood dengan nestle sudah diatur kesepakatan-kesepakatan yang telah disetujui oleh kedua belah pihak, yaitu pihak indofood dan pihak dari nestle. Seiring perkembangan waktu perusahaan indofood yang sudah melakukan kerjasama joint venture dengan nestle mulai bangkit dan perlahan mulai menguasai pasaran di Indonesia. PT Indofood Sukses Makmur Tbk telah bertransformasi menjadi sebuah perusahaan Total Food Solutions dengan kegiatan operasional yang mencakup seluruh tahapan proses produksi makanan, mulai dari produksi dan pengolahan bahan baku hingga menjadi produk akhir yang tersedia di rak para pedagang eceran. Dua perusahaan papan atas yakni PT. indofood sukses makmur tbk (indofood) dan nestle s.a (nestle), switzerland, yang telah membentuk perusahaan patungan joint venture, akan menciptakan peluang memperbesar pangsa pasar. Sebab, dua perusahaan besar ini akan saling memanfaatkan dan mengembangkan kekuatan yang dimiliki.
Setelah bergabungnya PT Indofood Sukses Makmur Tbk (Indofood) dan Nestle S.A (Nestle) produknya semakin laku di pasaran. Mereka semakin membuka produk produk baru yaitu divisi makanan ringan (snack) dengan produk chitato, chiki, jetz, qtela, cheetos, lays dan trenz. Divisi mie instan (noodles) dengan produk indomie, supermi, sarimi, sakura, pop mie, pop bihun. Divisi susu (dairy) dengan produk indomilk, cap enaak, tiga sapi, kremer, crima, nice yogurt, orchid butter, indoeskrim. Divisi penyedap makanan (seasoning) dengan produk bumbu racik, freiss, sambal indofood, kecap indofood, maggi, piring lombok, bumbu instant indofood. Divisi nutrisi dan susu formula (nutrition) dengan produk promina dan sun.
Pertumbuhan ekonomi domestik dan berbagai potensinya menciptakan situasi yang penuh peluang sekaligus menantang. Di tengah situasi pasar yang penuh tantangan, Indofood kembali berhasil meraih kinerja memuaskan. Dalam beberapa dekade ini, PT Indofood Sukses Makmur Tbk telah bertransformasi menjadi sebuah perusahaan Total Food Solutions dengan kegiatan operasional yang mencakup seluruh tahapan proses produksi makanan, mulai dari produksi dan pengolahan bahan baku hingga menjadi produk akhir yang tersedia di rak para pedagang eceran. Kini Indofoods Distribusi Group memiliki jaringan paling luas di Indonesia, menembus ke hampir setiap sudut nusantara. Selain produk-produk Indofood sendiri, indofood juga mendistribusikan produk-produk ke pihak ketiga. Stock poin berlokasi di daerah-daerah dengan kepadatan tinggi gerai ritel, termasuk pasar tradisional, memungkinkan masing-masing titik saham untuk melayani wilayah geografis dekat ditetapkan dalam waktu sesingkat mungkin.
Dengan total tenaga kerja sekitar 62 ribu, Indofood percaya bahwa karyawan adalah salah satu kelompok paling penting dari stakeholder dan unsur penting dalam keberhasilan. Tak heran, produknya bisa dinikmati hingga Australia, Asia, dan Eropa.

BAB 4

PENUTUP



Joint Venture atau usaha patungan merupakan persetujuan diantara dua pihak atau lebih untuk melakukan kerjasama di dalam suatu proyek, seringkali suatu joint venture dilakukan apabila perusahaan-perusahaan dengan teknologi yang saling melengkapi ingin menciptakan barang atau jasa yang akan saling memperkuat posisi masing-masing perusahaan. Kepemilikan atas investasi dalam joint venture dapat dilakukan secara bervariasi. Pada umumnya kepemilikan mayoritas ada pada pihak asing, dan kepemilikan minoritas ada di tangan pihak nasional. Kepemilikan dapat juga ditentukan seimbang, dapat pula 100% pemilikan dipegang oleh salah satu partner, sedangkan partner yang lain mempunyai hak opsi untuk mendapatkan sebagian atau keseluruhan saham.
Menurut Raaymakers, manfaat dari kontrak Joint Venture:
1. Pembetasan resiko
2. Pembiayaan
3. Menghemat tenaga
4. Rentabilitas
5. Kemungkinan optimasi know-how
6. Kemungkinan pembetasan kongkurensi (saling ketergantungan)
Banyak manfaat yang terkait dengan Joint Ventures International adalah bahwa mereka menyediakan perusahaan dengan kesempatan untuk mendapatkan kapasitas yang baru dan keahlian mereka dan memungkinkan perusahaan untuk masuk ke bisnis terkait atau pasar geografis baru atau mendapatkan pengetahuan teknologi baru. Selain itu, Joint Ventures International yang dalam banyak kasus memiliki jangka hidup yang pendek, yang memungkinkan perusahaan untuk membuat komitmen jangka pendek daripada komitmen jangka panjang.Melalui Joint Ventures International, perusahaan diberikan kesempatan untuk meningkatkan margin keuntungan, mempercepat pertumbuhan pendapatan mereka, menghasilkan produk baru, memperluas ke pasar domestik baru, mendapatkan dukungan keuangan, dan ilmuwan saham atau profesional lain yang memiliki kemampuan unik yang akan menguntungkan perusahaan.

Apabila di dalam makalah ini terdapat kata-kata yang salah ataupun kurang tepat, kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membagun sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan makalah ini.




DAFTAR PUSTAKA









LAMPIRAN – LAMPIRAN


Nama : Euis Jimasari
Kelas : 3C
NPM : 113080060

Jurnal :
Persepsi Risiko Terhadap Penyediaan dan Pengelolaan Tenaga Kerja dalam International Joint Venture pada Proyek Infrastruktur

1. Pendahuluan

Pembangunan infrastruktur dengan ukuran besar yang memerlukan keahlian rekayasa dan biaya tinggi di Indonesia sering dilaksanakan melalui suatu proyek dengan melibatkan kontraktor dalam dan luar negeri dengan  kerja sama di dalam suatu aliansi strategis yang disebut   dengan   International   Joint   Venture   (IJV). Melalui kerja sama diharapkan terjadi kinerja yang lebih baik karena kompetensi dan sumberdaya perusahaan - perusahaan yang berpartisipasi dapat dikombinasikan. Selain itu, ketidak pastian yang ada di dalam pekerjaan konstruksi infrastruktur yang besar dan kompleks diharapkan dapat dikurangi karena adanya gabungan kompetensi dan sumberdaya tersebut. Dalam kaitan itu, Contractor and Lorange (1988) mengemukakan bahwa Joint Venture membuka kesempatan untuk menanggung bersama biaya dan risiko, memperoleh pengetahuan, memasuki pasar baru, mendapatkan economies of scale atau merasionalkan operasi.

2. International  Joint  Venture  dan  Risiko Kontraktor
2.1 Joint Venture
Menurut  Geringer  (1988),  joint  venture  merupakan suatu tipe aliansi strategis khusus yang memberikan peluang khusus pula untuk mengkombinasikan kompetensi tertentu serta sumberdaya perusahaan- perusahaan yang berpartisipasi. Suatu JV melibatkan sedikitnya dua organisasi yang mengkontribusikan ekuitas dan sumberdayanya bagi suatu entitas hukum terpisah yang bersifat semiotonom. Pada Gambar 1 berbagai tipe aliansi, termasuk joint venture, dipetakan menurut masukan sumberdaya dan keluaran operasinya seperti  yang  dikemukakan  oleh  Lorange  dan  Roos (1992) dan dikutip oleh  Sillars  (2004). Dapat dilihat bahwa pada aliansi yang berbentuk ad hoc pool dan project  based  joint  venture  jumlah  masukan sumberdaya dari masing-masing mitra hanya sebanyak yang diperlukan pada jangka waktu yang pendek, sedangkan pada consortium dan full-blown joint venture jumlahnya sesuai dengan yang diperlukan untuk operasi jangka panjang. Hasil operasi tersebut dibagikan kepada masing-masing  mitra  dalam  aliansi  yang  berbentuk ad hoc pool dan consortium, sedangkan pada project- based joint venture dan full-blown venture hasil operasi diinvestasikan kembali di dalam venture yang bersangkutan.
2.2 Risiko kontraktor
Bing et al. (1999) menyatakan bahwa ada 3 jenis risiko pada usaha bersama yaitu: 1) risiko internal, adalah risiko yang timbul karena terlibatnya 2 organisasi yang berbeda dalam satu proyek dan risiko yang berkembang dari dasar operasional suatu proyek dapat menyebabkan konflik antar organisasi mitra. Khusus yang berhubungan dengan tenaga kerja, yang menimbulkan risiko adalah kemampuan manajerial, pembagian kerja, kebijakan perusahaan induk terhadap mitra, rasa ketidakpercayaan,   dan   masalah   transfer   teknologi; 2) risiko spesifik proyek, antara lain hubungan antara personil  yang  terlibat  dalam  proyek  joint  venture; 3) risiko eksternal. Pada IJV ketiga jenis risiko ini lebih besar dibandingkan dengan joint venture biasa karena adanya perbedaan yang lebih besar antar mitra yang bekerja     sama.     Risiko     eksternal     yang     perlu dipertimbangkan, termasuk oleh kontraktor asing yang akan bekerja di Indonesia, meliputi sistem politik dan undang-undang,    kondisi    ekonomi     dan    industri konstruksi, masyarakat, lingkungan fisik. Menurut Ozorhorn  dkk.  (2007),  tingkat  kegagalan  IJV  lebih tinggi dari pada joint venture domestik karena melibatkan tantangan yang lebih besar.

2.3 Penyediaan dan pengelolaan tenaga kerja
Kegiatan yang terkait dengan tenaga kerja meliputi penyediaan (recruitment), pengalokasian, dan pemanfaatannya  (Bernardin  2007).  Di  dalam penelitian ini pengalokasian dan pemanfaatan tenaga kerja dikelompokkan ke dalam pengelolaan tenaga kerja.  Penyediaan  tenaga  kerja  meliputi  rekrutmen yang merupakan proses untuk menarik pelamar bagi posisi-posisi   yang   diperlukan.   Rekrutmen   terkait dengan aktivitas lainnya di dalam pengelolaan tenaga kerja. Penyediaan tenaga kerja harus didasarkan atas perencanaan yang baik dan didasarkan atas informasi sehingga  memungkinkan dilakukannya estimasi yang andal mengenai kebutuhan dan ketersediaan tenaga kerja tersebut. Menurut Schuler (1987), sasaran perencanaan  tenaga  kerja  adalah  untuk  memastikan bahwa  organisasi :     1 ) mendapatkan dan mempertahankan kuantitas dan kualitas tenaga kerja yang diperlukan, 2) mampu mengantisipasi masalah- masalah yang muncul dari potensi kelebihan atau kekurangan tenaga kerja. Armstrong (1988) mengemukakan bahwa ada empat kegiatan perencanaan tenaga kerja, yaitu: 1) perkiraan kebutuhan, yaitu memperkirakan kebutuhan tenaga kerja masa datang, 2) perkiraan suplai, yaitu memperkirakan suplai orang dari dalam dan dari luar organisasi berdasarkan analisis, 3) menentukan kebutuhan tenaga kerja, yaitu menganalisis perkiraan kebutuhan dan suplai untuk mengenali kebutuhan atau kelebihan tenaga kerja di masa datang, 4) perencanaan tindakan, yaitu menyiapkan dan melaksanakan rencana untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja atau  untuk mengatasi kelebihan tenaga kerja.

3.  Studi Kasus pada IJV Berbasis Proyek Pembangunan Infrastruktur
Infrastruktur   meliputi   aset   fisik   yang   menunjang kegiatan ekonomi dan kebutuhan masyarakat. Pembangunan infrastruktur biasanya dilaksanakan melalui   suatu   proyek   yang   melibatkan   kontraktor sebagai pelaksana pembangunan fisik. Bendungan dan pembangkit tenaga listrik  merupakan  salah  satu jenis infrastruktur. Proyek pembangunan bendungan dan pembangkit  tenaga  listrik  yang  menjadi  objek  studi kasus pada penelitian ini dilaksanakan di Sulawesi sejak tahun 2005. Seperti halnya pada banyak proyek infrastruktur yang berskala besar, pelaksanaannya memerlukan kemampuan teknis dan pengelolaan sumberdaya  yang  tidak  sederhana.  Pengendalian kualitas juga merupakan aspek utama yang harus diperhatikan. Untuk itu diperlukan struktur organisasi yang tepat dengan tenaga kerja yang andal untuk mencapai objektif proyek dari segi biaya, kualitas, dan waktu pelaksanaan. Kontraktor proyek ini terdiri dari mitra  asing  dan  mitra  domestik  yang  bekerja  sama dalam suatu joint venture.

4. Metodologi
4.1 Faktor risiko dan variabel penelitian
Faktor risiko dalam hal ini merupakan setiap kejadian (event) yang mungkin terjadi atau issue yang mungkin ada yang terkait  dengan  penyediaan  dan  pengelolaan  tenaga kerja yang dapat mengakibatkan kerugian kepada kontraktor di dalam proyek. Faktor risiko penyediaan tenaga kerja meliputi kelompok variabel yang terkait dengan  persiapan  serta  perencanaan  dan  kelompok yang terkait dengan kondisi aktual atau proses serta hasil penyediaan. Bagi IJV, konsistensi penerapan undang-undang yang terkait dengan penyediaan tenaga kerja merupakan salah satu faktor risiko yang harus diperhitungkan. Selain itu faktor risiko juga mencakup ketepatan  informasi  dan  estimasi  kebutuhan  tenaga kerja  serta  kelancaran  proses  administrasi. Ketersediaan tenaga kerja serta kualifikasinya merupakan faktor risiko yang terkait dengan kondisi aktual di lapangan. Sedangkan faktor risiko pengelolaan tenaga kerja meliputi kelompok variabel budaya, serta kelompok variabel manajerial dan teknis. Seperti telah disampaikan sebelumnya budaya kerja yang berbeda, hambatan di dalam berkomunikasi antar mitra karena keterbatasan penguasaan bahasa asing, perbedaan penghargaan dan kompensasi yang diberikan kepada tenaga kerja mitra yang terlibat merupakan sumber konflik.  Selain  itu  faktor  risiko  pengelolaan  tenaga kerja juga terkait dengan kemampuan pengelola untuk menciptakan suasana kerja yang kondusif, memberikan motivasi dan perlindungan kepada pekerja.

4.2 Metoda pengolahan data
Data   persepsi   responden   dikonversikan   ke   dalam bentuk kuantitatif dengan menggunakan skala Likert. Selanjutnya dilakukan interpretasi nilai rata-rata tingkat pengaruh dan frekuensi terjadinya masalah yang terkait dengan faktor risiko. Analisis risiko dilakukan berdasarkan suatu matriks tingkat risiko yang menghubungkan frekuensi terjadinya masalah yang terkait dengan faktor risiko dan tingkat pengaruhnya. Analisis korelasi kemudian dilakukan untuk melihat korelasi  antara  masalah  yang  terkait  dengan  faktor risiko kontraktor dalam   penyediaan dan pengelolaan tenaga kerja dengan penurunan kualitas, produktivitas, dan hubungan kerja. Uji validitas kuesioner dilakukan dengan menggunakan rumus korelasi produk momen. Uji reliabilitas kuesioner dilakukan dengan menggunakan koefisien reliabilitas Cronbach’s Alpha. Analisis statistik dilakukan dengan alat bantu software SPSS.

5. Perbedaan persepsi antar level manajemen dan antar mitra yang terlibat dalam joint venture
Hasil  penelitian  menunjukkan  bahwa  terdapat perbedaan   persepsi   di   antara   mitra   yang   terlibat maupun  antar  level  manajemen  di  dalam  organisasi joint venture ini seperti diperlihatkan pada Gambar 6, Gambar     7,     Gambar     8,     dan     Gambar     9). Pada  umumnya,  dibandingkan  dengan  mitra  asing, mitra domestik menganggap bahwa permasalahan yang terkait dengan faktor risiko penyediaan dan pengelolaan tenaga kerja lebih tinggi frekuensi terjadinya dan lebih besar pula tingkat pengaruhnya terhadap peluang kerugian kontraktor. Ke
cenderungan ini terdapat pada seluruh  level  manajemen  yang  ditinjau  (level manajemen 1 sampai dengan 3). Hal ini tampaknya terkait dengan keadaan bahwa mitra domestik adalah yang bertanggung jawab terhadap penyediaan dan pengelolaan  tenaga kerja  terampil  dan  semi  terampil yang keseluruhannya merupakan tenaga kerja lokal. Masalah kurang memadainya pengetahuan dan pengalaman, misalnya, lebih sering dihadapi oleh pegawai domestik karena memang tenaga profesional di Indonesia lebih sedikit jumlahnya.
Penanganan permasalahan tenaga kerja yang sebagian besar  diserahkan  kepada  mitra  domestik mengakibatkan  kurang  tanggapnya  mitra  asing terhadap masalah ini. Pada kenyataannya demo atau protes di lingkungan proyek terhadap pimpinan terjadi hampir setiap hari. Lingkungan kerja menjadi tidak kondusif  dan  keadaan  emosi  pegawai  tidak  stabil akibat banyaknya benturan antar pegawai.
Selanjutnya, pada mitra asing persepsi ketiga level manajemen tersebut tidak terlalu jauh berbeda sedangkan pada mitra domestik terdapat dispersi persepsi yang cenderung lebih lebar di antara ketiga level manajemen tersebut. Perbedaan persepsi antara mitra domestik dengan mitra asing terhadap frekuensi terjadinya permasalahan ini mencerminkan kondisi aktual di lapangan yang dihadapi oleh masing-masing pihak. Tampaknya mitra asing memiliki konsolidasi yang lebih baik di dalam pengelolaan pekerjaan dan penanganan permasalahan sehingga terdapat persepsi yang tidak terlalu berbeda di antara ketiga level manajemen disini.
Untuk sebagian besar faktor risiko, persepsi mitra domestik yang bekerja level manajemen 2 mengindikasikan frekuensi terjadinya masalah dan tingkat   pengaruh   yang   lebih   tinggi   dibandingkan dengan yang dicerminkan oleh persepsi mereka yang bekerja pada level manajemen 1 dan 3. Bila dilihat dari struktur organisasi proyek ini pada level manajemen 2 mitra domestik mengisi jabatan Procurement Engineer dan  Administrative/Finance  Manager.  Kedua  jabatan ini memang yang paling berhubungan dengan aspek penyediaan dan pengelolaan tenaga kerja sehingga tampaknya masalah yang ada dalam aspek ini paling banyak disadari dan ditangani pada kedua posisi tersebut.



Nama  : Leli Anggraeni
Kelas  : 3C
NPM   : 113080061

JURNAL NOMINAL / VOLUME II NOMOR II / TAHUN 2013

OPTIMALISASI PERAN PERGURUAN TINGGI DALAM PEMBERDAYAAN UMKM MELALUI
KERJASAMA JOINT VENTURE PROFIT SHARING

 Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) adalah sektor usaha yang mempunyai daya tahan yang cukup handal dalam menghadapi berbagai terpaan krisis, baik krisis moneter maupun krisis keuangan lainnya. Selain itu, peran UMKM dalam Perekonomian Nasional juga sangat besar.
Diketahui bahwa UMKM memberikan sumbangan yang cukup signifikan atas Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Menurut Data Kementrian UKM dan Koperasi, dilihat dari Produk Domestik Bruto (PDB), UMKM memberikan sumbangan sebesar 57.12% dari keseluruhan PDB Nasional. Selain itu, dari sisi penyediaan lapangan kerja, sektor UMKM menyumbangkan sebanyak 97.22% dari seluruh lapangan kerja yang ada.
Sedangkan dilihat dari jumlah Unit Usaha tahun 2012, Unit usaha Sektor UMKM tercatat sebanyak 56.539.560. Secara keseluruhan, dari semua sektor usaha yang ada di Indonesia, 99,99%nya adalah sektor UMKM.
Dari angka tersebut tercatat, jumlah unit usaha ukuran menengah (dengan omset/tahun Rp2,5 miliar-Rp50 miliar dan aset Rp500 juta-Rp10 miliar) baru 48.977 Unit atau hanya 0,09 persen dari total unit usaha. Sedangkan usaha kecil (dengan omset/tahun Rp300 juta-Rp2,5 miliar dan aset Rp50 juta-Rp500 juta) sebanyak 629.418 unit atau sebanyak 1,11 persen dari total unit usaha. Unit usaha terbanyak adalah dari usaha sektor mikro (dengan omset/tahun sampai dengan Rp300 juta dengan aset hingga Rp50 juta), yakni sebanyak 55.586.176 unit usaha atau sebanyak 98,79 persen dari total unit usaha.
Secara khusus, pengamatan atas aspek modal atau pembiayaan UMKM dapat dikemukakan beberapa catatan awal (Yunus, 2003; Robinson, 2004; Untoro, 2004) adalah sebagai berikut:
1.       Masih terdapat resistensi secara umum dari pihak perbankan daerah dalam melaksanakan penyaluran kredit bagi UMKM yang ternyata dianggap lebih bersifat fund chanelling saja ketimbang sebagai fungsi intermediasi yang memiliki perpektif komersial yang menjanjikan keuntungan.
2.       dari sisi UMKM tampak masih selalu menganggap adanya kendala birokrasi yang memunculkan kurangnya kases pada kredit perbankan di samping tidak cukupnya aset mereka untuk jaminan (collateral).
3.       kurang tersedianya dana dan sumber pendanaan dengan biaya dana yang terjangkau.
4.      Terjadinya double financing, kompetisi tidak adil, lemahnya informasi dan jaringan, baik antara UMKM maupun antar penyedia jasa keuangan (bank dan non-bank serta lembaga terkait lainnya) yang kemudian berpotensi melahirkan masalah moral hazard dan adverse selection.
5.      diperlukan semacam bantuan advokasi, pembinaan, atau suatu hasil kajian komprehensif yang dapat mendorong dan lebih memungkinkan UMKM untuk memnuhi kriteria pendanaan (lending criteria).

Joint Venture Profit Sharing (JVPS) adalah kerja sama antara dua pihak atau lebih, dimana masing-masing pihak dapat mengumpulkan modal mereka untuk membentuk suatu usaha (perserikatan) sebagai sebuah badan hukum (legal entity). Dalam bentuk kerjasama ini, kedua pihak ikut andil dalam penyertaan modal (equity participation), dan masing-masing dapat terjun langsung secara bersama-sama dalam proses manajemen.
Apabila usaha yang dijalankan mendapat untung, maka keuntungan akan dibagi berdasar nisbah bagi hasil yang ditentukan di muka atas dasar kesepakatan kedua belah pihak, secara proporsional berdasarkan besar kecilnya modal yang disertakan atau berdasarkan keikutsertaannya dalam proses manajemen. Namun apabila usahanya merugi, kedua pihak secara bersama-sama menanggung kerugian tersebut.
Dalam aplikasinya, JVPS bisa diterapkan dalam kerjasama pembiayaan, di mana pihak pemilik modal bekerjasama dengan pengusaha dalam menjalankan usaha, dengan kontribusi modal dan pembagian keuntungan sesuai kesepakatan yang dibicarakan dan ditentukan dalam kontrak di awal kerjasama. Pembiayaan JVPS bisa dijalankan dalam berbagai bentuk, di antaranya:
1.      JVPS permanen (continous JVPS), di mana pihak pemilik modal merupakan partner tetap dalam suatu proyek atau usaha. Model ini jarang dipraktikkan, namun JVPS permanen ini merupakan alternatif menarik bagi investasi surat-surat berharga atau saham, yang dapat dijadikan salah satu portfolio investasi.
2.      JVPS digunakan untuk pembiayaan modal kerja (working capital), di mana pemilik dana merupakan partner pada tahap awal dari sebuah usaha atau proses produksi. Dalam model pembiayaan ini, pihak pemilik dana akan menyediakan sejumlah uang untuk membeli aset atau alat-alat produksi, begitu juga dengan partner JVPS lainnya.
3.      JVPS digunakan untuk pembiayaan jangka pendek. JVPS jenis ini bisa diaplikasikan dalam bentuk project finance atau pembiayaan perdagangan, seperti ekspor, impor, penyediaan bahan mentah atau keperluan-keperluan khusus nasabah lainnya.

Dalam dunia perbankan, pembiayaan JVPS hampir tidak pernah ada yang diterapkan dengan menggunakan dasar konsep profit and loss sharing contract secara penuh sebagaimana konsep dasar dari jenis kerjasama ini. Beberapa permasalahan yang dikemukakan dari aplikasi konsep profit and loss sharing contractini diantaranya:
1.      Kecenderungan sebagian besar (atau hampir semua) pemilik dana termasuk bank dan lembaga keuangan untuk meletakkan kelebihan dana dimilikinya pada tempat yang benar-benar aman.
2.      Pengelolaan (manajemen) usaha yang belum terbukti berhasil menjadikan pihak yang mempunyai kelebihan dana seringkali mensyaratkan adanya jaminan (agunan).
3.      Terbuka lebarnya terjadi moral hazard dan adverse selection pada pembiayaan dengan konsep JVPS menjadikan pemilik dana tidak memberikan kepercayaan bagi masing-masing pihak untuk menjalankan kerja sama kemitraan dengan menerapkan konsep ini secara penuh.

Di sisi lain, Perguruan Tinggi (PT) adalah sebuah lembaga pendidikan yang diharapkan mampu menjembatani dan mengatasi beberapa kelemahan di atas. Perguruan Tinggi (PT) merupakan kelanjutan pendidikan menengah yang diselenggarakan untuk mempersiapkan peserta didik untuk menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademis dan profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan, dan menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi, dan kesenian (UU No 2 th 1989, Pasal 16, ayat (1).
Sedangkan UU Sisdiknas pasal 20 ayat (2) menyatakan bahwa Perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakn pendidian, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
Dalam konteks permasalahan yang kita kemukakan dalam tulisan ini, perguruan tinggi berkewajiban untuk memberikan akses dan dukungan sepenuhnya untuk pemberdayaan UMKM. Beberapa kekuatan (strenght) yang dimiliki oleh Perguruan Tinggi yang bisa dimanfaatkan untuk percepatan pemberdayaan UMKM diantaranya:
1.      Perguruan Tinggi adalah tempat berkumpulnya para ahli dari berbagai disiplin ilmu. Salah satu permasalahan yang banyak terjadi pada UMKM adalah persoalan yang berkaitan dengan pemasaran, teknik produksi, pengelolaan SDM, serta lemhnya pencatatan dan pembuatan laporan keuangan serta pemanfaatannya.
2.      Dengan potensi ini, dalam Perguruan Tinggi mempunyai peluang yang cukup besar dalam kerjasama kemitraan dengan UMKM dalam bentuk Joint Venture Profit Sharing (JVPS). Dengan kemitraan ini, Perguruan Tinggi bisa berperan memberikan masukan dan ide-ide untuk pengelolaan usaha dengan lebih terarah dan terencana.
3.      Perguruan Tinggi mempunyai sumber pendanaan untuk kegiatan penelitian dan pengabdian.
4.      Perguruan Tinggi mempunyai fasilitas, jaringan, dan sarana yang dibutuhkan untuk pengembangan UMKM. Perguruan tinggi mempunyai laboratorium, alat-alat produksi, bahan dan sarana percobaan, serta jaringan yang luas yang seringkali dibutuhkan oleh UMK dalam pengembangan usahanya.
5.      Dalam hal pemasaran produk, Perguruan Tinggi mempunyai banyak informasi dan peluang promosi, pemanfaatan media publikasi, dan berbagai lat peragaan untuk mengenalkan, mengedukasi, dan mempromosikan produk-produk UMKM. Dalam hal produksi barang, Perguruan tingi juga mempunyai banyak bengkel-bengkel kerja dan alat-alat produksi yang selalu dikembangkan sesuai dengan kebutuhan kerja. Dalam hal pencatatan dan pembukuan,
6.      Perguruan Tinggi mempunyai media dan sarana pelatihan dan teknik-teknik analisisnya. Daam Hal Sumber daya Manusia, Perguruan Tinggi mempunyai banyak cara dan sumber untuk mendapatkan tenaga kerja terlatih yang dibutuhkan oleh UMKM.
7.      Perguruan Tinggi bisa menjadi lembaga penjamin Pembiayaan dari Bank. Dalam kasus lain, seandainya PT tidak mempunyai cukup dana yang bisa disertakan dalamkerjasama JVPS, PT bisa bertindak semata sebagai lembaga advocasi bagi UMKM. PT bisa berperan dalam memberikan pertimbangan atas studi kelayakan yang dibuat oleh UMKM, dan menjadi konsultan manajemen sekaligus memberikan jaminan (guarantee) kepada bank atau lembaga pemberi pinjaman bahwa UMKM yang bersangkutan adalah UMKM yang profitable, dan mampu merealisasikan laba seperti yang direncanakan. Atas peran ini, PT bisa menjembatani permasalahan permodalan yang dialami oleh UMKM dengan mengakses pembiayaan yang tidak mensyaratkan agunan dalam bentuk riel asset.


Nama  : Rizal Ridlo Tri Prakoso
Kelas  : 3C
NPM   : 113080062

Jurnal: PELAKSANAAN STRATEGI ALIANSI
DALAM BUDAYA PERUSAHAAN YANG BERBEDA


      Setiap organisasi / perusahaan memiliki budaya sendiri. Budaya organisasi serupa dengan kepribadian seseorang (intangible) tetapi selalu ada, yang memberikan makna, arah dan dasar bertindak.  Budaya juga dapat berubah bilamana manajemen senior perusahaan merubah deskripsinya tentang budaya atau mempunyai metode yang berbeda tentang apa yang akan dilakukan organisasi.  Perubahan dari manajemen senior itu harus diikuti adanya komitmen baik dari dirinya maupun anggota organisasi. Schein (1995) menyatakan, budaya organisasi itu dapat dianalisis dalam berbagai wujud atau tingkatan, sesuai tingkat kemungkinannya melihat budaya organisasi tertentu.

Tingkatan-tingkatan itu adalah sbb :
1. Tingkat teratas, budaya akan berwujud sebagai fenomena yang dapat dilihat,
didengar dan dirasakan ketika seseorang berinteraksi dengan organisasi.
2. Budaya organisasi terdiri dari kepercayaan (beliefs) dan nilai-nilai (values)
Kepercayaan (beliefs-) merupakan asumsi yang dipercayai sebagian anggota
organisasi, tentang peran organisasi itu sendiri dalam lingkungannya dan peran
anggota organisasi dalam orgarisasi.
3. Tingkatan terdalam, budaya organisasi berwujud asumsi-asumsi dasar anggota
organisasi tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan permasalahan dalam
organisasi
      Strategi aliansi adalah suatu kegiatan dimana pihak yang berkepentingan memiliki
suatu interest di masa yang akan datang, maka dengan menyumbangkan resource dan competitive advantage yang dimiliki pada hal baru akan menghasilkan suatu nilai baru. Dengan kata lain aliansi adalah suatu kerja sama antar pelaku-pelaku ekonomi, baik dalam Iingkup nasional maupun global, baik antar perusahaan ataupun antar kelompok atau group perusahaan. Tujuan utama dari strategi ini adalah memungkinkan suatu perusahaan/group untuk mencapai tujuan tertentu yang tidak dapat dicapai dengan usaha sendiri. Di dalam suatu aliansi selalu membagi resiko sekaligus keuntungan dengan cara menanggung pengambilan keputusan bersama untuk bidang tertentu. Karena itu tidak seperti pada merger, identitas pelaku aliansi tidak melebur jadi satu, hanya beberapa aktivitas bisnis dari peserta aliansi yang dilibatkan, misalnya dalam bidang R&D, distribusi, pengolahan atau pemasaran. Jadi perusahaan/group tetap terpisah. Oleh karena itu alasan rasional ditempuhnya strategi aliansi adalah memanfaatkan keunggulan suatu perusahaan dan mengkompensasi kelemahannya yang dimiliki partnernya.

Beberapa fakor yang menjadi pendorong terjadinya Aliansi :
a.Terjadinya perubahan-perubahan mendasar dalam ekonomi global seperti persaingan
yang semakin ketat, perkembangan teknologi yang cepat, meningkatnya biayabiaya (pembangunan, produksi, pemasaran produk baru). b.Tingginya biaya dan resiko untuk membuat jaringan distribusi, logistik, manufaktur dan lain-lain di setiap pasar kunci di dunia apabila ditanggung sendiri (terbatasnya sumber daya sendiri). c.Dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk membangun keahlian karyawan, R&D dan membina hubungan baik dengan pelanggan dan pemasok.
       Aliansi yang terbentuk tidak dapat sepenuhnya dikendalikan oleh sistem formal yang ada, tetapi membutuhkan suatu jaringan atau hubungan antar manusia yang kokoh dan didukung dengan infrastruktur internal yang mampu memperkuat proses belajar dari masing-masing pihak. Karenanya proses aliansi sering terhambat karena adanya perbedaan budaya antar perusahaan yang beraliansi. Berkaitan dengan corporate culture ada tiga faktor yang harus dipenuhi agar strategi aliansi berhasil yaitu : pertama, masing-masing pihak harus mempunyai budaya yang kuat; kedua, agar bisa membangun corporate image satu sama lain harus saling mengisi dan ketiga, berkaitan dengan core competence, dimana perusahaan mengarahkan penguasaannya kepada hal-hal yang bersifat keunggulan kompetitif, maka budaya harus dipersatukan. Selain hal-hal di atas, efektivitas strategi aliansi juga hanya bisa dicapai dengan pengurangan konsentrasi kekuatan dan keseimbangan manajerial. Strategi aliansi memiliki beberapa keuntungan dan kelemahan, yaitu :
- Sinergi, terjadi sebagai hasil penggabungan kekuatan-kekuatan dari masing-masing perusahaan.
- Mempercepat sistem operasi, terutama bagi perusahaan kecil bergabung dengan
perusahaan besar.
- Resiko yang ditanggung secara bersama.
- Transfer teknologi diantara perusahaan.
- Memasuki pasar perusahaan lain tanpa perlu mengeluarkan banyak biaya untuk bersaing
-Memperluas jangkauan pasar dengan saluran distribusi yang baru.
- Memudahkan penyesuaian terhadap perubahan teknologi baru.

Kelemahan strategi aliansi ( biasanya karena kesalahan manajemen) yang sering terjadi :
- Aset / milik perusahaan dipergunakan oleh perusahaan rekan untuk kepentingan
perusahaannya sendiri, karena perusahaan tidak menjaga dengan baik.
- Ada pihak yang tidak mau tau tentang masalah operasi padahal efektivitas operasi
kegiatan aliansi tergantung pada manajer operasional, yang lebih parah jika CEO
tidak nnengetahui bagaimana proses operasional dari suatu aliansi.
- Sulit menemukan rekan usaha yang paling sesuai dan dapat dipercaya.

       PPA Adalah sebuah model dalam membentuk suatu aliansi, bahwa untuk membangun suatu aliansi melalui tahap-tahap seperti : 1) Identifikasi misi dan tujuan perusahaan dalam mempersiapkan suatu strategi yang tepat. 2) Mencari dan menemukan rekan yang sesuai dengan visi, misi dan tujuan perusahaan. 3) Melakukan negoisasi, dalam hal ini mengemukakan rencana dan harapan yang ingin dicapai dalam aliansi.
Nama  : Monica Intania
Kelas  : 3D
NPM   : 113080090


Jurnal : Masalah Budaya Dalam Proyek International Joint Venture

Proses untuk merealisasikan proyek infrastruktur berskala besar memerlukan keahlian tinggi, peralatan, SDM yang berkualitas serta biaya tinggi di Indonesia sering dilaksanakan oleh kontraktor dari dalam dan luar negeri yang disebut International Joint Operation. Kontribusi sumber daya pada joint operation dari perusahaan yang bergabung antara lain mengkombinasikan sumber daya ekonomi, keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan masing-masing perusahaan (Andrew et al.2006). Untuk proyek-proyek konstruksi di negara  berkembang sangat berbeda dengan di negara maju. Perbedaan utamanya antara lain faktor  sosial-budaya. Menurut Ozorhon (2008), perbedaan budaya disebabkan masing-masing pihak akan membawa budaya masing-masing perusahaan dan hal itu akan menimbulkan kesulitan serta konflik bagi pihak-pihak yang bermitra. Perbedaan nilai-nilai budaya ini, pada gilirannya akan menyulitkan IJO bagi pihak yang bermitra untuk menyepakati tujuan bersama, pemecahan masalah dan resolusi konflik dibandingkan jika mereka datang dari negara yang sama. Perbedaan budaya antara kontraktor asing dan domestik merupakan masalah besar dalam proyek IJO dan sangat mungkin memberikan dampak pada hubungan kerja dalam IJO dari pihak yang bermitra. Faktor masalah yang terkait dengan budaya seharusnya menjadi perhatian khusus sehingga hubungan kerja yang baik antara mitra dapat mencapai tujuan proyek IJO.

Internasional Joint Operation Dan Masalah Budaya
Menurut Parker et al (1984), joint venture merupakan sebuah kemitraan dari dua kontraktor atau lebih yang bekerjasama untuk menawarkan sebuah pekerjaan konstruksi particular. Joint Venture dibentuk hanya untuk satu pekerjaan dan dibubarkan setelah pekerjaan tersebut selesai. Namun, berbeda dengan yang berlaku di Indonesia menurut LPJK (2008), bahwa pengertian joint venture adalah untuk mengerjakan bisa lebih dari satu proyek yang bersifat jangka panjang dan membentuk satu badan usaha baru oleh dua atau lebih badan usaha/kontraktor.Sementara untuk mengerjakan satu proyek yang sifatnya sementara adalah bentuk joint operation seperti penerapan di negara luar Indonesia yang dikenal dengan istilah joint venture. Joint operation adalah usaha gabungan yang bersifat sementara antara satu atau beberapa badan usaha baik nasional dengan nasional maupun nasional dengan asing yang dinyatakan dalam operasi kerjasama operasi (Joint Operation Agreement) yang menetapkan hak dan kewajiban masing-masing. Bagi kontraktor asing yang akan mengerjakan proyek di Indonesia merupakan kewajiban untuk menggandeng kontraktor lokal dan membentuk  perjanjian operasi bersama yang dikenal dengan nama International Joint Operation sama seperti yang berlaku di negara asing yang memakai istilah International Joint Venture. International Joint Venture (IJV) adalah suatu joint venture yang melibatkan dua organisasi  yang mengkontribusikan ekuitas dan sumber daya mereka dan sedikitnya satu mitra memiliki kantor pusat di luar negara dimana joint venture international tersebut beroperasi (Ozorhon et al. 2007). Perusahaan konstruksi diberbagai negara, untuk melakukan ekspansi ke berbagai negara luar menggunakan international joint venture untuk memasuki pasar konstruksi baru di seluruh dunia terutama di negara berkembang (Lim dan Liu, 2001)

Masalah Budaya
Menurut Ozorhon (2008), budaya menjadi faktor penting bagi usaha bersama karena budaya dilihat sebagai salah satu faktor utama kegagalan dari usaha patungan. Pada penelitian yang dilakukan antara negara Asia dan Amerika kurangnya saling melengkapi antara mitra adalah merupakan faktor yang paling penting dari kegagalan joint venture. Ozorhon (2008) menegaskan kurangnya saling melengkapi disebabkan oleh kegagalan untuk memahami bagaimana asumsi budaya mempengaruhi perkembangan perusahaan patungan. Budaya akan mempengaruhi hubungan antara pihak yang bermitra di IJO. Simon dan Lane (2004) menyatakan bahwa budaya dapat dibedakan dalam tiga kategori besar yaitu: 1) budaya nasional, adalah budaya suatu negara tentang bagaimana melakukan sesuatu dan mengadakan sesuatu oleh seseorang warga negara. Perbedaan budaya tiap negara nyata pada bidang ekonomi, sifat politik dan sistem pendidikan. Perbedaan budaya nasional akan berpengaruh pada budaya organisasi dan berpengaruh pada budaya karyawan: 2) budaya organisasi, adalah adaptasi sosial, nilai-nilai sosial dan norma seperti tradisi, kebiasaan yang diyakini siatu organisasi. Perbedaan organisasi akan berpengaruh pada keinginan untuk saling melengkapi kelebihan dan kekurangan masing-masing dan mempengaruhi kegiatan-kegiatan yang bernilai; 3) budaya profesional, adalah berkembang melalui keadaan sosial yang diterima seseorang dalam pelayanan, pendidikan dan kursus. Perbedan ini sering menghambat kerjasama internasional karena :
1) masing-masing individu gagal untuk menyatukan basic ilmu masing-masing;
2) masing-masing individu gagal mengkomunikasikan dengan baik ilmu mereka kepada professional ilmu yang lain.
Berbagai masalah budaya yang mungkin menimbulkan kerugian akibat latar belakang budaya yang berbeda antara lain budaya sosial, adaptasi dan lainnya akan sangat berpengaruh bagi kontraktor yang melakukan proyek IJO karena aliansi ini melibatkan pihak asing dan pihak domestik. Perbedaan budaya yang berasal dari budaya nasional akan menghambat kemampuan karyawan mitra IJV untuk berinteraksi secara efektif (Sirmon dan Lane, 2004). Tidak adanya interaksi yang efektif dari karyawan akan mempengaruhi hubungan baik antara karyawan mitra dalam IJO sehingga menimbulkan peluang kerugian bagi kontraktor dalam mencapai tujuan proyek. Keberhasilan para mitra yang bekerja sama pada satu satu proyek dalam menyikapi masalah budaya dicerminkan oleh hubungan yang baik dari semua karyawan IJO. Ozorhon et al. (2008) mengemukan bahwa ada 6 faktor yang berkontribusi besar di dalam
menghasilkan hubungan yang baik di antara para mitra yang terlibat di dalam IJV adalah : komitmen, komunikasi, kooperasi, operasi yang pernah dilakukan bersama sebelumnya dan kepercayaan.



Nama  : Zahra EL Wardah
Kelas  : 3D
NPM   : 113080091

ANALISIS EFISIENSI RELATIF PERBANKAN CAMPURAN (JOINT VENTURE BANKS) DI INDONESIA TAHUN 2007 – 2010 DENGAN METODE DATA EVELOPMENT ANALYSIS (DEA)

Dian Pramana, Nugroho SBM

ABSTRACT

            Bank merupakan perusahaan yang menyediakan jasa keuangan bagi seluruh lapisan masyarakat. Tetapi usaha perbankan sendiri juga tidak bisa dilepaskan dari berbagai macam resiko dalam menjalankan operasinya. Untuk meminimumkan tingkat resiko maka perbankan perlu bertindak rasional dalam arti memperhatikan masalah efisiensi.
            Terdapat dua analisis yang digunakan untuk mengukur efisiensi yakni pendekatan parametrik dan pendekatan non-parametrik (Data Envlopment Analysis). DEA dapat mengidentifikasi inputdan ouput suatu bank yang digunakan sebagai referensi yang dapat membantu untuk mencari penyebab dan jalan keluar dari ketidakefisienan, yang merupakan keuntungan utama dalam aplikasi manajerial, oleh karena itu analisis DEA lebih baik dilakukan untuk mengukur efisiensi perbankan daripada metode analisis lainnya.
Jika dilihat dari indikator kinerja tahun 2007 sampai tahun 2010, kinerja perbankan campuran (Joint Venture Banks) yang paling tidak efisien jika dibandingkan dengan perbankan umum lainnya di Indonesia. Tujuan dilakukan penelitian ini untuk menganalisis dan membandingkan nilai – nilai efisiensi dari perbankan campuran (Joint Venture Banks) di Indonesia tahun 2007 – 2010.


KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

Kerangka Pemikiran
 INPUT                                                   OUTPUT
ü  Beban Tenaga Kerja                             * Total Pinjaman yang diberikan (kredit)
ü  Aset Tetap                                           * Kas
ü  Jumlah simpanan                                   * Pendapatan Operasional Lain
ü  Beban umum                                        * Jumlah Surat Berharga



Efisiensi Perbankan Campuran
(Joint Venture Banks) di Indonesia



                                            Alat Analisis DEA

           
Nilai Efisiensi Perbankan Campuran
                                                Di Indonesia                         


Kerangka pemikiran di atas menggambarkan bagaimana penggunaan input untuk menghasilkan output apkah sudah efisien, untuk menganalisis nilai efisiensi digunakan alat analisis non-parametrik Data Evelopment Analysis (DEA). Diajukan hipotesis sebagai berikut: perbankan campuran di Indonesia belum semuanya efisien dengan tingkat nilai efisiensi yang berbeda.




METODE PENELITIAN

Metode pemilihan sampel yang digunakan dalah metode purposive sampling. Penggunaan metode purposive sampling didasarkan pada keunggulan yang dapat diperoleh dari metode tersebut yaitu mengurangi biaya pemilahan sampel, jenis – jenis penelitian tertentu merupakan cara yang tepat dan dapat meningkatkan kemampuan menggeneralisasi hasil ke jenis unsur populasi tertentu.
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yakni menggunakan Data Envlopment Analysis (DEA). Angka efisiensi ini memungkinkan untuk mengenali UKE  (Unit Kegiatan Ekonomi) yang paling membutuhkan perhatian dan merencanakan tindakan perbaikan bagi UKE yang belum efisien dalam operasionalnya.
Sebagai contoh terdapat N setiap UKE dalam Industri perbankan, setiap UKE menggunakan m jenis input dan menghasilkan n jenis output. Misal Xij > 0 merupakan jumlah input i yang digunakan UKEj ; misalkan Yrj > 0 merupakan jumlah output r yang dihasilkan UKEj. Variabel keputusan dari kasus tersebut adalah bobot yang harus diberikan pada setiap input  dan ouput dari UKE k. Misalkan Vik adalah bobot yang diberikan pada input i oleh UKE k, dan Urk merupakan keputusan, yaitu variabel yang nilainya akan ditentukan melalui program linier dan kemudian memformulasikan sejumlah n program linier, suatu formulasi untuk setiap UKE di dalam sampel. Fungsi tujuan dari setiap program linier tersebut adalah rasio tertimbang total dari UKE k dibagi dengan input tertimbang totalnya.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan dari hasil perhitungan denngan DEA, diperoleh hasil yang dapat dilihat pada tabel 1.



Tabel 1
Hasil Analisis DEA
Nama Bank
Efficiency (%) dalam tahun
2007
2008
2009
2010
PT ANZ Panin Bank
99,82
53,6
100
59,67
PT Bank Commonwealth
100
51,8
79,82
100
PT Bank Capital Indonesia
74,29
66,76
100
100
PT Bank DBS Indonesia
90,64
67,81
100
100
PT Bank OCBC Indonesia
100
64,18
69,63
100
PT Bank Agris
100
71,18
100
100
PT Bank Resona Perdania
100
100
100
96,71
Sumber : data sekunder, diolah dari hasil analisis DEA
Dari tabel 1 memperlihatkan nilai efisien untuk perbankan campuran di Indonesia yang belum efisien pada tahun 2007 sampai 2010. Diketahui pada tahun 2008 jumlah bank yang tidak efesien paling besar, hal ini dikarenakan inflasi yang cukup tinggi di negara Indonesia pada saat itu. Pada tahun 2007 inflasi di Indonesia mencapai 6,59% kemudian tahun 2008 meningkat menjadi 11,06%, pada tahun 2009 inflasi menurun menjadi 2,78%, dan pada tahun 2010 meningkat kembali menjadi 6,96%. Salah satu penyebab terjadinya inflasi yakni banyaknya uang yang beredar di masyarakat, yang berdampak kenaikan harga barang dan jasa secara umum, kenaikan ini juga mempengaruhi peningkatan biaya produksi seperti biaya untuk tenaga kerja. Kemudian meningkatnya harga minyak dunia pada tahun 2008, peningkatan harga minyak ini juga mengakibatkan melambungnya biaya untuk sumber energi seperti listrik dan gas yang merupakan biaya produksi suatu perusahaan.
KESIMPULAN DAN KETERBATASAN
Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adlah, pada tahun 2007 diketahui terdapat tiga bank yang belum efisien yakni PT ANZ Panin Bank, Bank Capital Indonesia, dan Bank DBS Indonesia. Pada tahun 2008 terdapat enam bank yang belum efisien yakni PT ANZ Panin Bank, PT Bank Commonwealth, PT Bank Capital Indonesia, PT Bank DBS Indonesia, PT Bank OCBC Indonesia, dan PT Bank Agris. Pada tahun 2009 terdapat dua bank yang belum efisien yakni PT Bank Commonwealth dan PT Bank OCBC Indonesia. Pada tahun 2010 juga terdapat dua bank yang belum efisien yakni PT ANZ Panin Bank dan PT Bank Resonia Perdania.
Keterbatasan dalam penelitian ini yakni, penggunaan analisi efisiensi dengan DEA berasumsi CRS (Constant Return to Scale), yang menyatakan bahwa perubahan proporsional pada semua tingkat input akan menghasilkan perubahan tingkat proporsional yang sama pada semua perubahan tingkat output. Asumsi Constant Return to Scale (CRS) menyatakan bahwa skala produksi tidak mempengaruhi efisiensi. Memperhatikan bahwa teknologi dapat juga membawa Variabel Return to Scale (VRS), membuka kemungkinan bahwa skala produksi mempengaruhi efisiensi. Keterbatasan pada DEA itu sendiri yaitu : bersifat sample spesific (DEA) berasumsi bahwa setiap input dan ouput identik dengna unit lain dalam tipe yang sama), keslahan pengukuran dapat bersifat fatal, hamya mengukur produktivitas relatif dari UKE bukan produktivitas absolut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar