BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Standar Akuntansi Pemerintahan ( SAP
) pertama kali yang diterbitkan oleh Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (
KSAP ) adalah Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 pada tanggal 13 juni
2005. Inilah untuk pertama kali indonesia memiliki standar akuntansi
pemerintahan sejak indonesia merdeka. Terbitnya SAP ini juga mengukuhkan peran
penting akuntansi dalam pelaporan keuangan pemerintahan. SAP ini lama ditunggu
kehadirannya setalah ada penegasaan yang disebutkan dalam Peraturan Pemerintah
(PP) Nomor 105 Tahun 2000 pada pasal 35 bahwa penatausahaan dan
petanggungjawaban keuangan daerah berpedoman pada standar akuntansi keuangan
pemerintahan daerah yang berlaku.
Sejak saat itu banyak UU yang dimana
menyebutkan bahwa peraturan – peraturan daerah yang berlaku sesuai dengan
standar akuntansi pemerintahan. Diantaranya UU No 17 Tahun 2003 yang juga
menyebutkan dengan jelas bahwa bentuk dan isi laporan pertangungjawaban
keuangan pemerintahan pusat dan pemerintah daerah disajikan sesuai dengan
standar akuntansi pemerintahan. UU No 1 Tahun 2004 juga menyebutkan arti
penting standar akuntansi pemerintahan bahkan memuat Komite Standar Akuntansi
Pemerintahan (KSAP) sebagai penyusun SAP yang keanggotanya ditetapka dan
diputuskan presiden. UU otonomi daerah juga menegaskan demikian, UU Nomor 32
Tahun 2004.
Saat
ini, SAP menurut PP Nomor 24 Tahun 2005 tidak berlaku lagi dan diganti dengan
SAP menurut PP Nomor 71 Tahun 2010 yang merupaka SAP berbasis Akrual yang
ditetapkan pada tanggal 22 oktober 2010 dan dapat mulai ditetapkan sejak
eraturan pemerintaha terseebut ditetapkan. SAP Berbasi Akrual merupakanamanat
dari pasal 36 ayat 1 UU Nomor 17 Tahun 2010 dan Pasal 70 ayat 2 UU Nomor 1
Tahun 2004, sehingga PP Nomor 24 Tahun 2005 memang harus diganti.
1.2 Rumusan Masalah
Dari beberapa PSAP yang tercantum
dalam SAP No 71 Tahun 2010, penulis merumusakan masalah yang dijabarkan dalam
makalah ini adalah penjelasan mengenai PSAP 08 tentang Akuntansi Dalam
Pengerjaan. Dimana pembahasan akan menyajikan informasi mengenai:
- Apa definisi dari Konstruksi dalam Pengerjaan?
- Bagaimana Cakupan Konstruksi dalam Pengerjaan?
- Apa Penyatuan dan segmentasi kontrak konstruksi?
- Apa Pengakuan konstruksi dalam pengerjaan?
- Bagaimana Pengukuran biaya konstruksi dan Kapitalisasi yang dilakukan?
- Bagaimana Penyajian dan Pengungkapan Konstruksi dalam Pengerjaan ?
- Bagaimana Penyelesaian dan Penghentian Konstruksi dalam Pengerjaan
1.3 Tujuan
Dari rumusan masalah yang sudah
dirumuskan diatas, maka tujuan dari makalah Konstruksi dalam Pengerjaan yaitu :
- Untuk mengetahui definisi dari Konstruksi Dalam Pengerjaan
- Untuk mengetahui bagaimana cakupan Konstruksi Dalam Pengerjaan
- Untuk mengetahui Penyatuan dan Segmentasi Kontrak Konstruksi
- Untuk mengetahui Pengakuan Konstruksi dalam Pengerjaan
- Untuk mengetahui Pengukuran Biaya Konstruksi dan Kapitalisasi yang dilakukan
- Untuk mengetahui bagaimana Penyajian dan Pengungkapan Konstruksi dalam Pengerjaan?
- Untuk mengetahui bagaimana Penyelesaian dan Penghentian Konstruksi dalam Pengerjaan?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Berikut adalah istilah-istilah yang
digunakan dalam pernyataan standar dengan pengertian:
Konstruksi dalam pengerjaan adalah aset-aset yang sedang dalam
proses pembangunan.
Kontrak konstruksi adalah perikatan yang dilakukan
secara khusus untuk konstruksi suatu aset atau suatu kombinasi yang berhubungan
erat satu sama lain atau saling tergantung dalam hal rancangan, teknologi, dan
fungsi atau tujuan atau penggunaan utama.
Kontraktor adalah suatu entitas yang
mengadakan kontrak untuk membangun aset atau memberikan jasa konstruksi untuk
kepentingan entitas lain sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan dalam
kontrak konstruksi.
Uang muka kerja adalah jumlah yang diterima oleh
kontraktor sebelum pekerjaan dilakukan dalam rangka kontrak konstruksi.
Klaim adalah jumlah yang diminta
kontraktor kepada pemberi kerja sebagai penggantian biaya-biaya yang tidak
termasuk dalam nilai kontrak.
Pemberi kerja adalah entitas yang mengadakan
kontrak konstruksi dengan pihak ketiga untuk membangun atau memberikan jasa
konstruksi.
Retensi adalah jumlah termin (progress
billing) yang belum dibayar hingga pemenuhan kondisi yang ditentukan dalam
kontrak untuk pembayaran jumlah tersebut.
Termin (progress billing) adalah jumlah yang ditagih untuk
pekerjaan yang dilakukan dalam suatu kontrak baik yang telah dibayar ataupun
yang belum dibayar oleh pemberi kerja.
2.2 Cakupan Konstruksi Dalam
Pengerjaaan
Konstruksi Dalam Pengerjaan mencakup
tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan,
dan aset tetap lainnya yang proses perolehannya dan/atau pembangunannya
membutuhkan suatu periode waktu tertentu dan belum selesai. Perolehan melalui
kontrak konstruksi pada umumnya memerlukan suatu periode waktu tertentu.
Periode waktu perolehan tersebut bisa kurang atau lebih dari satu periode
akuntansi. Selain itu juga Konstruksi dalam Pengerjaan dapat mencakup :
- kontrak untuk perolehan jasa yang berhubungan langsung dengan perencanaan konstruksi aset, seperti jasa arsitektur;
- kontrak untuk perolehan atau konstruksi aset;
- kontrak untuk perolehan jasa yang berhubungan langsung dengan pengawasan konstruksi aset yang meliputi manajemen konstruksi dan value engineering;
- kontrak untuk membongkar atau merestorasi aset dan restorasi lingkungan
Perolehan aset dapat dilakukan dengan membangun sendiri (swakelola) atau
melalui pihak ketiga dengan kontrak konstruksi.
2.3 Penyatuan dan Segmentasi
Kontrak Konstruksi
Kontrak konstruksi dapat berkaitan
dengan perolehan sejumlah aset yang berhubungan erat atau saling tergantung
satu sama lain dalam hal rancangan, teknologi, fungsi atau tujuan, dan
penggunaan utama. Kontrak seperti ini misalnya konstruksi jaringan irigasi.
Kontrak konstruksi dapat meliputi:
(a)
kontrak untuk perolehan jasa yang berhubungan langsung dengan perencanaan konstruksi
aset, seperti jasa arsitektur;
(b) kontrak untuk perolehan atau
konstruksi aset;
(c) kontrak untuk perolehan jasa
yang berhubungan langsung pengawasan konstruks aset yang meliputi manajemen
konstruksi dan value engineering;
(d) kontrak untuk membongkar atau
merestorasi aset dan restorasi.
Ketentuan-ketentuan dalam
standar ini diterapkan secara terpisah untuk setiap kontrak konstruksi. Namun,
dalam keadaan tertentu, adalah perlu untuk menerapkan pernyataan ini pada suatu
komponen kontrak konstruksi tunggal yang dapat diidentifikasi secara terpisah
atau suatu kelompok kontrak konstruksi secara bersama agar mencerminkan hakikat
suatu kontrak konstruksi atau kelompok kontrak konstruksi.
Jika suatu kontrak konstruksi
mencakup sejumlah aset, konstruksi dari setiap aset diperlakukan sebagai suatu
kontrak konstruksi yang terpisah apabila semua syarat di bawah ini terpenuhi:
(a) Proposal terpisah telah diajukan
untuk setiap aset;
(b) Setiap aset telah dinegosiasikan
secara terpisah dan kontraktor serta pemberi kerja dapat menerima atau menolak
bagian kontrak yang berhubungan dengan masing-masing aset tersebut;
(c) Biaya masing-masing aset dapat
diidentifikasikan.
Suatu kontrak dapat berisi klausul
yang memungkinkan konstruksi aset tambahan atas permintaan pemberi kerja atau
dapat diubah sehingga konstruksi aset tambahan dapat dimasukkan ke dalam
kontrak tersebut. Konstruksi tambahan diperlakukan sebagai suatu kontrak
konstruksi terpisah jika:
(a) aset tambahan tersebut berbeda
secara signifikan dalam rancangan, teknologi, atau fungsi dengan aset yang
tercakup dalam kontrak semula; atau
(b) harga aset tambahan tersebut
ditetapkan tanpa memperhatikan harga kontrak semula.
2.4 Pengakuan Konstrusksi
Dalam pengerjaan
Suatu benda berwujud harus diakui
sebagai Konstruksi Dalam Pengerjaan jika:
(a) besar kemungkinan bahwa manfaat
ekonomi masa yang akan datang berkaitan dengan aset tersebut akan diperoleh;
(b) biaya perolehan tersebut dapat
diukur secara andal; dan
(c) aset tersebut masih dalam proses
pengerjaan.
Konstruksi Dalam Pengerjaan biasanya
merupakan aset yang dimaksudkan digunakan untuk operasional pemerintah atau dimanfaatkan
oleh masyarakat dalam jangka panjang dan oleh karenanya diklasifikasikan dalam
aset tetap.
Konstruksi Dalam Pengerjaan
dipindahkan ke pos aset tetap yang bersangkutan jika kriteria berikut ini
terpenuhi:
(a) Konstruksi secara substansi
telah selesai dikerjakan; dan
(b) Dapat memberikan manfaat/jasa
sesuai dengan tujuan perolehan;
Suatu Konstruksi Dalam Pengerjaan
dipindahkan ke aset tetap yang bersangkutan setelah pekerjaan konstruksi
tersebut dinyatakan selesai dan siap digunakan sesuai dengan tujuan
perolehannya.
2.5 Pengukuran Biaya
Konstruksi dan Kapitalisasi yang dilakukan
Konstruksi Dalam Pengerjaan dicatat
dengan biaya perolehan. Nilai konstruksi yang dikerjakan secara swakelola
antara lain:
(a) biaya yang berhubungan langsung
dengan kegiatan konstruksi;
(b) biaya yang dapat diatribusikan
pada kegiatan pada umumnya dan dapat dialokasikan ke konstruksi tersebut; dan
(c) biaya lain yang secara khusus
dibayarkan sehubungan konstruksi yang bersangkutan.
Biaya-biaya yang berhubungan
langsung dengan suatu kegiatan konstruksi antara lain meliputi:
(a) Biaya pekerja lapangan termasuk
penyelia;
(b) Biaya bahan yang digunakan dalam
konstruksi;
(c) Biaya pemindahan sarana,
peralatan, dan bahan-bahan dari dan ke lokasi pelaksanaan konstruksi;
(d) Biaya penyewaan sarana dan
peralatan;
(e) Biaya rancangan dan bantuan
teknis yang secara langsung berhubungan dengan konstruksi.
Biaya-biaya yang dapat diatribusikan
ke kegiatan konstruksi pada umumnya dan dapat dialokasikan ke konstruksi
tertentu meliputi:
(a) Asuransi;
(b) Biaya rancangan dan bantuan
teknis yang tidak secara langsung berhubungan dengan konstruksi tertentu;
(c) Biaya-biaya lain yang dapat
diidentifikasikan untuk kegiatan konstruksi yang bersangkutan seperti biaya
inspeksi.
Biaya semacam itu dialokasikan
dengan menggunakan metode yang sistematis dan rasional dan diterapkan secara
konsisten pada semua biaya yang mempunyai karakteristik yang sama. Metode
alokasi biaya yang dianjurkan adalah metode rata-rata tertimbang atas dasar
proporsi biaya langsung
Nilai konstruksi yang dikerjakan
oleh kontraktor melalui kontrak konstruksi meliputi:
(a) Termin yang telah dibayarkan
kepada kontraktor sehubungan dengan tingkat penyelesaian pekerjaan;
(b) Kewajiban yang masih harus
dibayar kepada kontraktor berhubung dengan pekerjaan yang telah diterima tetapi
belum dibayar pada tanggal pelaporan;
(c) Pembayaran klaim kepada
kontraktor atau pihak ketiga sehubungan dengan pelaksanaan kontrak konstruksi.
Kontraktor meliputi kontraktor utama
dan subkontraktor.Pembayaran atas kontrak konstruksi pada umumnya
dilakukansecara bertahap (termin) berdasarkan tingkat penyelesaian yang
ditetapkandalam kontrak konstruksi. Setiap pembayaran yang dilakukan dicatat
sebagaipenambah nilai Konstruksi Dalam Pengerjaan.Klaim dapat timbul,
umpamanya, dari keterlambatan yang disebabkan oleh pemberi kerja, kesalahan
dalam spesifikasi atau rancangan danperselisihan penyimpangan dalam pengerjaan
kontrak. Jika konstruksi dibiayai dari pinjaman maka biaya pinjaman yang timbul
selama masa konstruksi dikapitalisasi dan menambah biaya konstruksi, sepanjang
biaya tersebut dapat diidentifikasikan dan ditetapkan secara andal. Biaya
pinjaman mencakup biaya bunga dan biaya lainnya yang timbul sehubungan dengan
pinjaman yang digunakan untuk membiayai konstruksi.
Jumlah biaya pinjaman yang
dikapitalisasi tidak boleh melebihi jumlah biaya bunga yang dibayarkan pada
periode yang bersangkutan.
Apabila pinjaman digunakan untuk
membiayai beberapa jenis aset yang diperoleh dalam suatu periode tertentu,
biaya pinjaman periode yang bersangkutan dialokasikan ke masing-masing
konstruksi dengan metode rata-rata tertimbang atas total pengeluaran biaya
konstruksi.
Apabila kegiatan pembangunan
konstruksi dihentikan sementara tidak disebabkan oleh hal-hal yang bersifat
force majeur maka biaya pinjaman yang dibayarkan selama masa pemberhentian
sementara pembangunan konstruksi dikapitalisasi.
Pemberhentian sementara`pekerjaan
kontrak konstruksi dapat terjadi karena beberapa hal seperti kondisi force
majeur atau adanya campur tangan dari pemberi kerja atau pihak yang berwenang
karena berbagai hal. Jika pemberhentian tersebut dikarenakan adanya campur
tangan dari pemberi kerja atau pihak yang berwenang, biaya pinjaman selama
pemberhentian sementara dikapitalisasi. Sebaliknya jika pemberhentian sementara
karena kondisi force majeur, biaya pinjaman tidak dikapitalisasi tetapi dicatat
sebagai biaya bunga pada periode yang bersangkutan.
Kontrak konstruksi yang mencakup
beberapa jenis pekerjaan yang penyelesaiannya jatuh pada waktu yang
berbeda-beda, maka jenis pekerjaan yang sudah selesai tidak diperhitungkan
biaya pinjaman. Biaya pinjaman hanya dikapitalisasi untuk jenis pekerjaan yang
masih dalam proses pengerjaan.
Suatu kontrak konstruksi dapat
mencakup beberapa jenis aset yang masing-masing dapat diidentifikasi
sebagaimana dimaksud dalam paragraf. Jika jenis-jenis pekerjaan tersebut
diselesaikan pada titik waktu yang berlainan maka biaya pinjaman yang
dikapitalisasi hanya biaya pinjaman untuk bagian kontrak konstruksi atau jenis
pekerjaan yang belum selesai. Bagian pekerjaan yang telah diselesaikan tidak
diperhitungkan lagi biaya pinjaman.
2.6 Penyajian dan Pengungkapan
Konstruksi dalam Pengerjaan
Konstruksi Dalam Pengerjaan disajikan sebesar biaya perolehan atau nilai wajar pada saat
perolehan. Suatu
entitas harus mengungkapkan informasi mengenai Konstruksi Dalam Pengerjaan pada
akhir periode akuntansi:
(a) Rincian kontrak konstruksi dalam
pengerjaan berikut tingkat penyelesaian dan jangka waktu penyelesaiannya;
(b) Nilai kontrak konstruksi dan
sumber pembiayaanya;
(c) Jumlah biaya yang telah
dikeluarkan
(d) Uang muka kerja yang diberikan;
(e) Retensi
Kontrak konstruksi pada umumnya
memuat ketentuan tentang 4 retensi. Misalnya, termin yang masih ditahan oleh
pemberi kerja selama masa pemeliharaan. Jumlah retensi diungkapkan dalam
Catatan atas LaporanKeuangan.
Aset dapat dibiayai dari sumber dana
tertentu. Pencantuman sumber dana dimaksudkan memberi gambaran sumber dana dan
penyerapannya sampai tanggal tertentu.
2.7 Penyelesaian dan Pengehentian
Konstruksi dalam Pengerjaan
Penyelesaian Kontruksi dalam
Pengerjaan terdiri dari :
Ø KDP akan dipindahkan ke pos aset
tetap yang bersangkutan jika konstruksi secara substansi telah selesai
dikerjakan dan konstruksi tersebut telah dapat memberikan manfaat/jasa sesuai
tujuan perolehan
Ø Dokumen sumber untuk pengakuan
penyelesaian suatu KDP adalah Berita Acara Penyelesaian Pekerjaan (BAPP).
Sedangkan Penghentian Konstruksi
dalam Pengerjaan terdiri dari :
Ø Apabila dihentikan pembangunannya
untuk sementara waktu, maka KDP tersebut tetap dicantumkan ke dalam neraca dan
kejadian ini diungkapkan secara memadai dalam CaLK.
Ø KDP diniatkan untuk dihentikan
pembangunannya secara permanen maka KDP tersebut harus dieliminasi dari neraca
dan kejadian ini diungkapkan secara memadai dalam CaLK.
BAB
III
PENUTUP
Simpulan
Dari hasil pembahasan yang tersaji
pada bab 2 telah menjabarkan bagaimna akuntans konstruksi dalam pngerjaan.
Sebagaimna yang dijabarkan dalam SAP No 71 Tahun 2010.
Konstruksi dalam pengerjaan
(KDP) adalah asset-aset yang sedang dalam proses pembangunan pembangunan
asset tersebut dapat dikerjakan sendiri (swakelola) maupun dengan
menggunakan jasa pihak ketiga melalui kontrak konstruksi. Kontrak konstruksi
adalah perikatan yang dilakukan secara khusus untuk konnstruksi suatu asset
atau suatu kombinasi asset yang berhubungan erat atau saling tergantung satu
sama lain dalam hal rancangan, teknologi , fungsi atau tujuan dan
penggunaan utama. Suatu konstruksi dalam pengerjaan dipindahkan ke asset tetap
yang bersangkutan setelah pekerjaan konstruksi tersebut dinyatakan selesai dan
siap digunakan sesuai dengan tujuan perolehannya. Metode alokasi biaya yang
dianjurkan adalah metode rata-rata tertimbang atas dasar proporsi biaya
langsung.
Saran
Dari makalah ini masih terdapat
bebarapa hal yang menurut penulis cukup untuk dijadikan saran. Dimana dalam makalah
ini belum tertera contoh yang real mengenai kondisi dilapangan. Serta bentuk
pencatatan yang dapat dijadikan pedoman. Diharapkan untuk makalah selanjutnya
penulis dapat menambah hal tersebut dengan kondisi real terbaru yang digunakan
oleh istansi – istansi pemerintah.
Dari makalah ini masih terdapat
bebarapa hal yang menurut penulis cukup untuk dijadikan saran. Dimana dalam
makalah ini belum tertera contoh yang real mengenai kondisi dilapangan. Serta
bentuk pencatatan yang dapat dijadikan pedoman. Diharapkan untuk makaah
selanjutnya penulis dapat menambah hal tersebut dengan kondisi real terbaru
yang digunakan oleh istansi – istansi pemerintah.
Daftar Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar